FOREST
"Tempat
ini berada di pinggir hutan yang merupakan posko penginapan kita. Mulai
saat ini kita akan bagi tim berdasarkan tugas pada posisinya
masing-masing."
***
Beberapa saat setelah pengumuman dari
pimpinan tim ekspedisi tersebut. Semua tim menyiapkan peralatan mereka
masing-masing untuk memulai pencarian benda bersejarah yang berada di
tengah hutan. Tim penjelajah terdiri dari 24 orang yang mana terdiri
dari 3 orang menjadi 8 tim ekspedisi. Vincent mendapatkan tugas berjaga
di posko pengungsian. Sedangkan Aluna dan Shin Jong mendapat tugas
menjadi tim penjelajah.
"Luna, kau percaya dengan sesuatu yang di
luar akal sehat?" tanya Shin kepada Aluna yang kebetulan berada dalam
satu tim. Dia bicara dengan suara pelan melihat kearah sekeliling.
"Percaya tak percaya sih. Lalu kenapa kak Shin tanya seperti itu padaku ?" tanyanya kembali berbisik.
"Ntahlah, aku sedikit gugup mengikuti ekspedisi tahun ini. Rasanya ekspedisi ini sedikit janggal untukku," bisiknya kembali.
Benar
kata kak Shin. Ekspedisi ini janggal sekali. Kami bahkan tak boleh
melihat isi peti yang nanti kami temukan. Ditambah lagi, mengapa ada
dukun yang ikut dalam ekspedisi?. Imbuh Aluna dalam hatinya setelah
pembicaraan mereka.
***
Beberapa waktu lalu di hotel sebelum memasuki kawasan hutan.
"Perkenalkan,
dia adalah Tuan Falseek. Dia adalah paranormal yang biasa menangani hal
yang tidak biasa di sekitar hutan. Kami memanggil beliau hanya untuk
berjaga-jaga saja," ujar Johnson penangung jawab Ekspedisi Greenly.
Paranormal?
Kenapa tidak mengajak pendeta atau ustadz saja sekalian?. Yahh, apa
mereka semua itu sama saja apa ya?. Wahh, rupanya sebagian dari para
senior peneliti ini adalah orang-orang beriman yah, tutur Vincent dalam
benaknya sedikit menyeringai menganggap pemikiran mereka konyol.
Tak
hanya Vincent, rupanya Aluna dan Shin Jong juga berpikiran sama dengan
dirinya. Namun mereka tak menaruh curiga apapun dengan kehadiran
paranormal di sekitar mereka. Sampai kedatangan mereka di Well forest
tiba.
***
Gakkk..gakkk..gakkk..
Tiba-tiba terdengar suara gagak yang terbang melintas di atas perjalanan mereka.
"Hey, tidakkah semakin kedalam hutan. Rasanya semakin gelap dan dingin disini?" ujar Danielle teman satu tim Luna dan Shin.
Sejenak
mereka melihat kearah atas pepohonan dan menelan ludah mereka
masing-masing dengan keringat dingin tanpa sebab. "Ayo kita lanjutkan
perjalanan," ujar Shin kembali memimpin jalannya penjelajahan mereka.
Danger!!! Dilarang lewat.
Setelah
satu jam perjalanan. Terlihat papan bertuliskan bahaya bila melintas.
Lantas Shin Jong melihat peta yang dibawanya. "Aneh, kenapa peta ini
mengarah ke daerah berpapan nama itu ya?" Imbuhnya kebingungan dengan
petunjuk yang ada di peta dan jalan yang mereka tempuh.
"Kembali
saja kah? Apa yang sebaiknya kita lakukan sekarang?. Jelas-jelas kita
tidak bisa melewati batas yang diperingatkan," ujar Luna.
"Kau
benar, terlalu beresiko kita masuk kedalam hutan. Lagipula kenapa tim
kita hanya terdiri dari tiga orang saja sih?", ungkap Daniel yang mulai
cemas.
Shin Jong akhirnya mengeluarkan alat komunikasi yang dia
bawa. "Test..test.. disini tim tiga. Kami dalam kesulitan menuju lokasi,
terdapat papan peringatan di area sekitar jalan yang kami tuju.
Perlukah kami kembali untuk meninjau kembali peta tempat lokasi
tersebut," ujar Shin menggunakan alat komunikasi mereka.
"Disini tim satu, benarkah itu?" tanya ketua regu tim satu yang didalamnya ada Profesor Johnson.
"Iya pak benar sekali".
"Baiklah,
tim kalian segera kembali ke posko. Kami juga mendapatkan masalah
dengan peta yang kami bawa. Segera kembali ke posko," ujar ketua tim
satu kembali.
"Baik pak laksanaka," ungkap Shin.
POSKO PENGINAPAN
"Bagaimana
penjelajahannya, apakah berjalan dengan baik senior?" tanya Vincent
pada Shin sembari memberikan sebotol minuman untuknya.
"Ahh terima
kasih ( Menerima botol minuman dari Vincent). Yah, begitulah. Ada
masalah sedikit mengenai peta lokasi. Kami tak bisa melanjutkan
perjalanan kami karenanya. Tapi aku sudah menghubungi Profesor John. Dia
bilang akan kembali sebentar lagi," ujar Shin.
"Begitukah?. Sayang sekali aku tidak kebagian menjelajah. Aku harap bisa ikut pergi kesana," ujar Vincent mengeluh pada Shin.
"Tenang
saja, besok kau pasti kebagian. Lagipula hari ini hanya meninjau lokasi
dan peta apakah benar atau tidak. Sepertinya besok akan ada perubahan
bila tidak berjalan sesuai rencana." Shin lantas membantu Vincent
membagikan minuman kepada mereka yang baru saja datang dari meninjau
peta lokasi.
Benar saja apa yang dikatakan oleh Shin. Keesokan
harinya semua orang ikut dilibatkan dalam ekspedisi. Vincent mendapatkan
bagian dalam tim jelajah bersama Shin dan Aluna. Mereka didampingi
dengan tim senior dua orang yaitu Profesor Lorenzo dan Marina.
Setelah
semalam meninjau peta yang mengarah menuju situs kuno terdahulu. Sang
ahli sejarah dan Meteorologi Mr. Kenzo berhasil memecahkan peta dibantu
ahli bahasa kuno Prof. Obalyn.
Sudah aku duga. Dari keenam
rute dipeta ini. Semuanya menuju arah bahaya dimana ada papan peringatan
diantaranya. Lihat saat kita menyatukan ke enam peta sekaligus. Ada
garis hijau yang samar-samar terlihat menuju titik ditengah. Ada
kemungkinan titik ditengah itu adalah situs kastil yang kita cari. Besok
kita akan bagi enam kelompok menyusuri enam jalur hijau yang menuju
titik tersebut, ungkap Kenzo kepada rekan-rekannya setelah meninjau peta
dan sejarah hutan Wells tadi malam.
Tim Shin terdiri dari :
profesor Lorenzo dan Mariana serta didalamnya ada Shin, Vincent, Aluna
dan Daniel. Mereka mendapatkan rute enam dimana jalur masuk belakang
yang berada jauh dari posko penginapan. Lantas mereka berenam berangkat
pagi-pagi sekali menggunakan Jeep yang sudah disediakan untuk menuju
jalur masuk yang dituju.
Kira-kira satu jam perjalanan menggunakan
Jeep. Mereka sampai pada titik yang ditunjukan oleh peta. Samar-samar
namun tampak jalur jalan yang bisa dilewati oleh pejalan kaki. Mereka
berjalan menuju lokasi ketika Jeep tak bisa masuk lebih jauh. Matahari
sudah bersinar terik diatas mereka. Rasa lelah dan haus tak terkira
menerpa tubuh keenam penjelajah itu. Mereka memutuskan beristirahat
sejenak sebelum memutuskan dalam meneruskan perjalanan mereka.
"Prof,
persediaan air kita hanya sedikit. Aku akan mencari sumber air terdekat
untuk mengisi ulang botol kita dahulu di sungai sana," ujar Shin.
"Begitukah,
Daniel kau ikut bersama shin. Bawa juga alat pendeteksi kadar air dan
racun ini. Kalian hati-hati dan cepatlah kembali", ujar profesor
Lorenzo.
Sementara shin dan daniel pergi mengambil air. Mereka
berempat mendiskusikan seberapa jauh lagi untuk sampai ke situs
tersebut. Hingga Shin dan Daniel kembali. Mereka melanjutkan perjalanan
setelahnya.
"Wahh, luar biasa pintu gerbang yang menakjubkan,"
ungkap Profesor Mariana terkagum melihat pintu gerbang yang ada di
depannya itu.
"Wahh, hebat.. inikah situs itu?" Ungkap Shin dan yang lainnya.
Kemudian
profesor mulai mengeluarkan peralatannya dan mulai menganalisis
perjalanan mereka. Setelah selesai menandai di peta. Lalu dia mulai
gambar dan mendokumentasikannya.
"John, apakah kau sudah berada di
depan gerbang kastil depan?" tanya Lorenzo kepada Profesor Johnson
melalui alat komunikasi yang dipegangnya.
"Yah, aku sudah tepat di
depan gerbang masuk. Profesor Obalyn sedang melihat pola sandi
reruntuhan di pintu gerbang. Bisakah kau periksa beberapa tanda di
halaman tengah Enzo," ujar Johnson.
"Baiklah, aku akan minta seseorang di timku untuk membantu memecahkannya," balas Lorenzo menutup komunikasi mereka.
Lalu,
beberapa saat kemudian setelah kedatangan keenam tim ekspedisi di depan
gerbang situs. Muncullah seorang lelaki dengan jubah hitam menghampiri
mereka.
"Sebaiknya, demi kebaikan kalian. Jangan coba membuka
pintu gerbang atau mengambil sesuatu yang ada di dalamnya. Kalian tak
akan pernah tau apa yang akan terjadinya setelahnya," ujar lelaki
berjubah hitam tersebut yang muncul di hadapan tim satu pintu utama
gerbang.
Namun ucapan lelaki tersebut tidak di hiraukan oleh orang-orang yang sudah kegirangan tersebut.
"Yess, akhirnya kita menemukan kastil peninggalan terdahulu," ujar salah satu peserta ekspedisi tersebut.
Sementara itu di pintu gerbang belakang...
"Aluna,
kau bisa bantu kami memecahkan bahasa loma ini?" ungkap Profesor
Lorenzo setelah berbicara melalui alat komunikasi dengan prof Johnson di
tim satu gerbang pertama.
Setelah itu, Aluna membantu salah satu
Profesor meletakan beberapa batu agar sesuai seperti buku kuno yang
dipegang Profesor Mariana.
Treddd.....dredddd...
...Hi Ra Ke ...
Pintu tersebut terbuka dikala Aluna menyusun huruf bahasa daerah disekitar hutan Wells.
"Wahh, keren kau aluna!" Ungkap Daniel terkagum melihat kebolehan teman setimnya tersebut.
"Boleh juga anak itu," ujar Vincent setelahnya yang juga sedikit terkagum olehnya.
"Kerja
bagus Luna," ujar Shin menunjukan jempol kanannya pada Aluna. Lantas
Aluna kembali membalas mereka dengan tersenyum dan memberikan dua
jempol.
Pintu gerbang pertama berhasil dibuka oleh Prof Obalyn.
Begitu pula dengan gerbang belakang berhasil dibuka berkat Aluna dan
Profesor Mariana. Setelah pintu gerbang terbuka di depan mereka. Secara
otomatis pintu di empat gerbang tempat lainnya ikut terbuka.
"Siall, kenapa manusia sekarang bisa mengerti bahasa terdahulu!" ujar lelaki berjubah hitam dalam benaknya.
Disaat
tim satu hendak memasuki situs kuno reruntuhan kerajaan tersebut.
"Prof, orang dibelakang tadi sudah tidak ada," ungkap seseorang melihat
ke arah belakang tempat lelaki berjubah hitam berdiri.
"Benarkah?.
Aneh sekali. Buat apa dia kemari bila akhirnya pergi juga," ujar
Johnson sedikit merasa bingung melihat kearah belakang sebelum
melanjutkan langkahnya.
Tanpa menunggu lama ke enam tim ekspedisi
memasuki gerbang pintu secara bersamaan. Mereka bertemu ketika memasuki
gerbang tersebut.
"Lorenzo, akhirnya kita berhasil," ungkap Johnson menepuk pundak Lorenzo ketika bertemu di dalam kastil.
"Tidak
aku sangka, kastil ini begitu besar hingga mencakup hampir 1/8 dari
hutan. Tapi anehnya, kenapa susah sekali menemukan lokasi pastinya ya?"
Lorenzo masih tampak bingung.
"Kau benar, lagipula. Siapa yang
merubah jejak di peta. Awal penjelajahan kita dibingungkan dengan
digiring ke area berbahaya pula," balas Johnson yang mulai kepikiran.
"Wahhh,
inikah kastil peninggalan bangsawan azmut?. Besar dan megah sama
seperti yang ada di buku sejarah," Aluna terkagum-kagum bukan main
melihat semua yang ada di dalam gerbang tersebut.
Disaat aluna
sedang menikmati apa yang dia lihat tersebut dengan beberapa catatannya.
Johnson dan Obalyn menghampirinya untuk bicara beberapa hal penting.
"Kau yang bernama aluna?" tanya Obalyn menyapa Aluna.
"Aku dengar kau dari keluarga Hoppes, bisa kita bicara sebentar diluar," ujarnya kembali sembari menuju luar kastil.
"Keluarga
Hoppes? Pantas saja dia bisa membaca bahasa kuno. Itu menjelaskan
betapa berbedanya dia dengan semua mahasiswa dari kelasnya dahulu,"
ungkap Vincent melirik ke arah Aluna yang berjalan ke arah luar bersama
Profesor Obalyn dan Profesor John.
••••••
Sekilas Info
Keluarga
Vincent adalah salah satu keluarga bangsawan yang menjadi salah satu
penyumbang ilmu pengetahuan di England. Mereka turun-temurun menjadi
seorang ilmuan yang ahli dalam ilmu fisika.
Sedangkan keluarga
Hoppes adalah salah satu keluarga bangsawan yang dari turun-temurun
bergelut di bidang arkeolog dan ahli bahasa serta sejarah. Namun seiring
berjalannya waktu nampaknya keluarga Hoppes kesulitan untuk mendapatkan
keturunan yang sesuai dengan ekspektasi mereka. Menurunnya kualitas di
keluarga Hoppes sempat menurunkan image keluarga mereka di kalangan
semua keluarga bangsawan peneliti. Hingga akhirnya nama keluarga Hoppes
tidak diperhitungkan lagi di dunia ilmuan.
Namun kini, kemunculan
Aluna yang menyandang nama Hoppes mulai menarik kembali mata ilmuan di
England. Setelah beberapa waktu lalu tes ekspedisi tertulis di Well
University. Ketua tim sendiri meminta kepada anggotanya untuk
menyelidiki latar belakang Aluna. Rupanya Aluna adalah anak dari Ronald
Wisman Hoppes seorang sarjana arkeolog dan Alkitab teman seangkatan
Profesor Obalyn di London University. Namun karena ibu dari Aluna yang
berasal dari kalangan biasa dia tidak tinggal di rumah utama di London.
Ronald dan istrinya Maria tinggal di Well berada jauh dari keluarga
Hoppes. Namun setelah Aluna beranjak 10 tahun ibunya meninggal dunia
karena penyakit jantung. Dikarenakan kesibukan ayahnya, Aluna di
titipkan kepada pamannya William Boot Hoppes yang memiliki toko kue di
ujung jalan dekat Universitas Well. Tanpa sepengetahuan ayahnya Ronald,
Aluna mengikuti ekspedisi untuk sedikit mengurangi biaya kuliah. Dan
tanpa sepengetahuan Aluna, ternyata Obalyn adalah teman ayahnya ketika
kuliah di London University dulu.
***
"Sudah kuduga, tak
banyak mahasiswa yang tertarik membaca bahasa kuno di zaman ini. Rupanya
darahnya mengalir padamu," ujar Obalyn pada Aluna.
"Apa maksud dari perkataannya?" Imbuh Aluna dalam hatinya. Dia masih terdiam mendengar ucapan Profesor Obalyn di hadapannya.
"Apakah Ronald tau kau mengikuti ekspedisi ini?" tanya Obalyn pada Aluna.
"Kau kenal ayahku?"ujar Aluna sedikit bingung kenapa dia tahu nama ayahnya.
"Rupanya
dia anak tuan Ronald. Pantas saja aku seperti tak asing dengannya.
Rupanya dia anak kecil itu," ungkap Johnson seikit tersenyum ketika
mengetahui identitas Aluna.
"Tentu saja, dia adalah teman
baikku. Kami kuliah di tempat yang sama dulu. Aku bahkan belajar bahasa
kuno dari ayahmu Ronald," ujar Obalyn.
"Benarkah? Tidak aku sangka
ayah punya kenalan orang sehebat anda profesor," ujar Aluna sedikit
terkejut dengan apa yang di dengarnya.
"Ahh apakah kau bisa
membaca isi tanda peringatan di halaman akhir ini?" ujar Obalyn kembali
sembari menunjukan buku kuno yang menuliskan sejarah kastil tempat
mereka berada.
Aluna melihat buku tersebut dan mulai mencoba membaca tiap simbol yang ada di tulisan kuno tersebut.
AZIMUTH CASTLE BOOKS
Di
halaman belakang tertulis sebuah peringatan mengenai kastil Azmut.
Ketika enam segel terbuka peringatan awal bencana akan datang. Pintu
hitam yang terkunci menampakan celah bersamaan keserakahan pada diri
manusia. Batu merah pemakan jiwa mulai menggoda dan menggerogoti jiwa
yang sudah lama kelaparan. Kegelapan hati manusia memakan jiwa dan raga mereka hingga tak berupa kembali hidup di kegelapan tanpa terik matahari.
Glek.. luna menelan ludahnya setelah mengartikan tulisan kuno di halaman terakhir.
"Kau
sudah selesai Aluna?. Luar biasa, biar aku lihat isi dari halaman
terakhir itu," ujar Obalyn yang terlihat bersemangat ingin membaca isi
halaman terjemahan tersebut.
Lantas dia mengambil kertas di tangan
Aluna dan membacanya. Obalyn sedikit terkejut dengan isi yang ada di
halaman terakhir. Sampai dia menjatuhkan kertas tersebut. "Ada apa Prof?
Apa yang tertulis didalamnya?" ujar Profesor Johnson yang penasaran.
Dia ambil lembaran kertas itu kemudian membaca isinya.
"Tidakkah ini peringatan," ujar Johnson yang sedikit bergemetar setelah membaca arti dari halaman terakhir.
BAGIAN DALAM KASTIL
Sementara
itu, di ruang tengah kastil. Vincent dan Shin Jong tampak sedang
mengamati beberapa peninggalan bangsawan Azmut. Tanpa sengaja Vincent
menekan tembok yang membuka pintu menuju ruang rahasia.
"Wahh,
tidakkah ini asli?" ujar Vincent yang melihat-lihat lukisan di dinding .
Gredddddd...suara pintu otomatis terbuka. Vincent dan Shin terkejut
dengan apa yang mereka temukan itu.
"Hey Vint apa itu?" tanya Shin menepuk pundak Vincent dengan mata terbelalak.
"Woh, fantastis. Ruang apa ini?" Vincent menengok ke arah belakangnya dimana pintu rahasia terbuka.
Mereka berdua menundukan kepalanya seraya berjalan masuk ruangan yang baru saja terbuka dihadapannya.
"Wahh,
tidakkah disini sangat gelap," Ujar Shin yang belum terbiasa dengan
kegelapan begitu menginjakan kaki pertama kali di lorong yang mereka
temukan itu.
"Kau benar, tunggu (Vincent merogok saku celananya)
aku rasa baterai di handphoneku masih ada untuk penerang dikala begini."
Lantas dia menyalakan senter dari handponenya tersebut.
"Ahh, aku
lupa bahwa kita punya handphone." Lantas Shin Jong mengeluarkan
handphone miliknya dari sakunya dan mulai menerangi jalan di depan
mereka.
Menggunakan senter handphone sebagai penerangan Vincent
dan Shin meneruskan perjalanan mereka. Disisi lain Johnson dan Obalyn
masih memperdebatkan isi dari halaman terakhir yang diterjemahkan oleh
aluna.
"Berdasarkan halaman tersebut. Bukankah kita tidak
seharusnya mencari batu permata itu?. Bila memang terdapat kutukan di
dalamnya, maka kita semua akan dalam bahaya nanti. Bukankah begitu
Prof?" ujar profesor Johnson yang sedikit cemas setelah membaca halaman
terakhir dari buku Azmut Kastil.
"Apa kau sudah gila?. Kita sudah
menghabiskan waktu dan tenaga hingga sampai disini. Kau itu tidak malu
sebagai ilmuan?. Ini tahun berapa Johnson?. Kau masih percaya takhayul.
Lagipula aku sama sekali tidak percaya dengan apa yang tidak bisa
dibuktikan dengan logika dan perhitungan ilmiah!" ujar Obalyn yang tidak
menghiraukan ucapan Johnson.
"Profesor.. Profesor Obalyn...". Johnson mengejar Obalyn yang meninggalkannya dan Aluna di pintu masuk kastil.
Haah..
aku.. aku.. entah mengapa firasatku sedikit buruk. Meski aku tidak
percaya dengan tahayul. Namun peringatan di halaman terakhir itu sangat
menakutkan buatku. Namun.. benar kata profesor Obalyn. Kita sudah
menghabiskan waktu, tenaga dan uang untuk sampai di tempat ini.
Aluna lantas mengikuti kedua profesor yang sudah berjalan memasuki kastil terlebih dahulu.
***