CURSE: BAB 5. Marker
BAB 5. MARKER
Tanpa terasa malam semakin larut. Namun hujan masih mengguyur kawasan hotel Welliam's. Aluna dan semua tim Ekspedisi Greenly berada di kamar mereka masing-masing. Dalam keadaan hujan deras aluna tak kunjung tidur karena takut akan suara petir yang menggelegar terdengar di kupingnya. Dia terjaga sepanjang malam hingga hampir pagi dia barulah bisa tertidur.
******
Keesokan paginya semua tim ekspedisi sarapan bersama. Tampaknya ada beberapa orang yang tak hadir disana. Aluna melirik sekeliling meja makan namun tak dia temukan Profesor Obalyn dan Profesor Johnson. "Apa mereka belum bangun?. Ahh tidak mungkin. Pasti karena alasan lain mereka tidak sarapan pagi. Lagipula, penutupannya sudah selesai kemarin sore bukan?" ungkap aluna dalam hatinya sembari menikmati sarapan pagi.
Ditengah lamunannya kala itu. Vincent dan Shin datang menghampirinya yang sedang terduduk sendirian di mejanya. "Sendirian aja, mana Paula teman sekamarmu?" tanya Shin terduduk di hadapan Aluna yang masih dalam lamunannya."Hey... Halloo. " Shin mengarahkan tangannya di depan wajah Aluna.
"Ahh, (Aluna tersadar dari lamunannya) Kak Shin. Kapan kau ada disini?" (Aluna tersenyum dan tampak bingung kenapa Shin tiba-tiba ada di hadapannya).
"Kau ini.. (Shin menggelengkan kepalanya) yasudahlah mungkin kau masih lelah." ujar Shin yang tak ingin pembicaraan mereka tambah panjang. Dia lantas meminum teh hangat yang sedang dipegangnya itu. Tak lama Vincent datang dengan membawa kopi hangat serta roti sebagai menu sarapan paginya.
"Yah, Kak Shin suka sereal sebagai sarapan pagi rupanya?" ujar Vincent menghampiri dan terduduk diantara mereka. "Ahh pagi.." sapa vincent pada Aluna mengangukan kepalanya.
"Amh, pagi juga." balas Aluna. Lantas dia sedikit mengerutkan keningnya dan matanya melotot terkaget sedikit heran karena beberapa waktu lalu mereka tidak pernah berinteraksi. Bahkan meski mereka berdua berada di angkatan yang sama sehingga Aluna sedikit terkejut dengan sikap Vincent pagi ini.
•••
Sekilas INFO...
Sejak awal pelatihan sebelum keberangkatan ekspedisi. Vincent hanya berinteraksi dengan Shin seorang di karenakan dia adalah seniornya di klub beladiri dan salah satu senior yang dia hormati sebelum masuk Wells University. Mereka dahulu pernah tinggal bertetangga ketika di London. Dikarenakan hanya berbeda satu tahun dengan Shin. Lantas mereka sudah seperti teman dekat. Namun Vincent tetap menghormati Shin dengan memanggilnya kakak/senior. Dia tidak memiliki kakak atau adik sehingga kehadiran Shin membuat Vincent terasa memiliki seorang kakak. Awalnya Vincent tidak pernah tertarik mengikuti ekspedisi yang diadakan di kampusnya. Meski keluarganya sudah mendorongnya untuk mengikuti kegiatan tersebut. Dia tak ingin mengikuti kegiatan tersebut karena dia kira kegiatan itu tidak terlalu menarik. Hingga pada akhirnya dia mengetahui bahwa Shin akan mengikuti kegiatan ekspedisi yang pernah keluarganya bahas beberapa waktu lalu.
Vincent merupakan salah satu mahasiswa dengan kepandaian diatas rata-rata di angkatannya. Terutama untuk jurusan Biologi yang nanti pada akhirnya akan menjadi seorang ilmuan kelak. Dia bahkan sudah pernah ikut serta melakukan beberapa riset untuk ukuran anak SMA hingga mendapatkan beberapa penghargaan. Namun meski dia memiliki bakat dan talenta yang luar biasa. Sayangnya dia tidak banyak memiliki motivasi untuk dirinya sendiri. Meski keluarganya berasal dari keluarga ilmuan yang ahli dalam ilmu fisika. Dia tidak terlalu tertarik dengan yang namanya ilmu Sains dan lainnya. Dia ahli dalam berbagai hal, namun tak satupun yang membuat dia tertarik. Bahkan saat mengikuti pelatihan untuk Ekspedisi Greenly saja, dia melakukannya hanya karena ada Shin senior yang dia hormati di dalamnya. Tidak banyak yang dapat membuat dia tertarik di sepanjang hidupnya. Dia tak pernah mendapat saingan yang mampu menandingi kegeniusannya. Hingga saat tes seleksi ekspedisi dimulai dan dia ketahui ada seorang mahasiswi yang mampu bersaing dengan dirinya. Mahasiswi itu adalah Aluna. Pada awalnya Vincent sempat sedikit bersikap jutek kepada Aluna. Namun seiring pertemuan mereka di lokasi ekspedisi sebagai satu tim. Sikap Vincent kini berubah sedikit lebih baik pada Aluna. Ditambah lagi semenjak dia mengetahui bahwa Aluna adalah salah satu dari keturunan keluarga Hoppes. Meski demikian, dia tidak secara langsung bisa mengakrabkan diri dengan Aluna. Dia masih lebih sering berbincang dengan Shin ketika mereka bertiga bersama.
•••
Usai sarapan pagi mereka bertiga kembali ke kamar untuk packing baju bersiap-siap ceout hotel. Mereka bertiga keluar hotel dan menaiki mini bus bersamaan dengan semua peserta ekspedisi dengan tujuan bandara. Ditengah perjalanan mereka melihat kerusakan yang diakibatkan hujan badai tadi malam. Pohon-pohon tumbang dan ada juga pohon yang tersambar petir. Namun dikarenakan sigapnya petugas pemerintah di daerah sekitar. Semua kerusakan dapat segera diatasi setelah hujan reda di pagi buta tadi meski bekas kerusakan masih terlihat di sepanjang jalan.
Aluna melihat-lihat rekan yang lainnya. Namun tampaknya tak dia temukan seseorang yang dia cari. Lantas dia menatap jendela mobil kembali dan sedikit menghela nafas. Sesampainya di bandara semua peserta menaiki pesawat yang akan segera berangkat tepat pukul 10.20 sesuai dengan tujuan mereka masing-masing. Aluna, Vincent dan Shin menempuh perjalanan selama 2 jam 30 menit untuk sampai di kota Phinleaf dekat dengan ibukota Well. Peserta yang lainnya menaiki pesawat yang berbeda menuju kota mereka tinggal. Di bandara mereka berpamitan sejenak sebelum boarding pass menuju pesawat. Pesawat sampai di bandara Welles pukul 12. 21 siang hari.
LOBI BANDARA
Dikala keluar dari lobi bandara. Taxi yang Shin pesan sebelumnya sudah menanti. Dia menaiki taxi terlebih dahulu dan berpamitan dengan Aluna serta Vincent. Shin sempat mengajak mereka berdua untuk pulang bersama. Namun tampaknya mereka memiliki tujuan yang berbeda hingga tak bisa memenuhi ajakan Shin. "Hati-hati di jalan senior," ujar Vincent melambaikan tangan diikuti Aluna yang juga melambaikan tangannya. "Kau sudah memesan taxi? Apa masih belum datang?" tanya Vincent spontan setelah Shin pergi dengan taxi yang dinaikinya. "Hmm, aku mau naik bus umum dari sini dan kau?" ujar Aluna sembari melihat jam tangannya. "Ahh kau juga kah?" ungkap Vincent yang sedikit terkejut.
•••
Mereka berdua pulang menggunakan bus dengan tujuan kompleks perumahan Phinleaf dekat kampus Well University. Aluna turun terlebih dahulu diikuti Vincent di menit ke dua. Vincent turun dari bus berjalan beberapa langkah dari halte pemberhentian. Dia lihat jam tangannya dan mampir ke minimarket sejenak. Keluar dari sana dia berjalan kembali menuju tempat tujuannya. "Hey bro, Lo udah balik aja. Kenapa gak minta jemput gua aja sih!" ujar Edgard yang baru membeli beberapa minuman berada dibelakangnnya.
"Ahh, buat apa. Emang gue anak kecil." balas Vincent membuka pintu gerbang.
...
"Wahh, asik lu beli cemilan banyak juga ternyata (melirik kearah kantung kresek yang dibawa Vincent). Btw gua mau bikin mie Lo mau?" ujar Edgard sembari mengambil cup mie di lemari.
"Nggak deh, gue capek dari perjalanan. Gue mau tidur dulu," ungkap Vincent yang meletakan bawaannya lalu langsung menuju kamarnya.
"Oke, Lo istirahat aja yang banyak. Gue mau makan mie dulu kalo gitu." ujar Edgard menuju dapur.
...
Sembari menikmati mie yang baru saja dia buat. Edgard menonton televisi yang sedang menyiarkan pertandingan sepak bola. Sementara Vincent berada di kamarnya untuk mengistirahatkan tubuhnya.
...
Sekilas INFO....
(Edgard adalah sepupu jauh dari Vincent. Ibu dari Edgar merupakan saudara dari keluarga Vincent. Rumah yang mereka tinggali saat ini adalah salah satu rumah keluarga Vincent yang terletak Phinleaf yang letaknya tak jauh dari kampus. Awalnya rumah itu merupakan salah satu kos-kosan yang biasa di sewa mahasiswa lelaki. Namun dikala Vincent kuliah di Well University, rumah tersebut tidak lagi dijadikan tempat kos-kosan melainkan tempat tinggal pribadi. Alasannya adalah karena Vincent tak terlalu suka dengan kehadiran banyak orang disekelilingnya. Bahkan di kelasnya sendiri Vincent tak banyak teman disana. Meski dia merupakan salah satu mahasiswa terpandai. Satu-satunya teman yang dekat dengannya hanya Edgard sepupunya dan Shin seniornya).
BEBERAPA JAM BERLALU
"Hoamm." Vincent keluar dari kamarnya setelah tidur selama 4 jam.
"Kau sudah bangun?" ujar Edgard sembari menonton siaran televisi kala itu. Tiba-tiba ketika iklan terdapat berita breaking news yang disiarkan mengenai kejadian di daerah Welliam's. "Hey, bukankah itu daerah dimana kalian menginap?" ujar Edgard sembari melihat kearah Vincent.
"Ahh.."(mencoba melihat namun karna tak jelas dia mencoba menghampiri dengan sedikit berjalan menuju sofa). Vincent melihat berita tersebut dengan posisi berdiri. "Kau benar, saat itu memang ada hujan badai. Bahkan saat pulang banyak pohon yang roboh kala itu. Hoamm... (menguap dan sedikit mengucek matanya)," ujar Vincent yang masih belum sepenuhnya membuka mata.
"Gilaa. sampai separah itukah (menunjuk ke arah Tv yang memperlihatkan tempat kejadian). Syukurlah kau dan yang lainnya baik-baik saja. Lalu bagaimana dengan ekspedisinya?" tanya Edgard pada Vincent.
"Amh.. bagaimana yah?" Vincent terdiam sejenak dan berjalan menuju kamar mandi. "Nanti aku ceritakan bila sudah ingat," ujarnya meninggalkan Edgard di ruang Tv.
"Shinhh.. Dasar.. dia tak pernah serius.. ahh sudahlah nonton lagi mending." Edgar memindahkan chanel Tv menjadi hiburan musik dan mulai menggoyangkan kepalanya.
•••
KEDIAMAN ALUNA DI TOKO ROTI
"Bukankah kau lelah, setelah pulang dari Welliam's?" tanya Paman Aluna seketika begitu melihat keponakannya itu mencoba membawakan beberapa nampan yang berisi roti.
"Tidak kok Paman, aku sudah istirahat tadi. Sini Paman, Biar aku bawakan rotinya ke etalase (Aluna mengambil nampan berisi roti dan menaruh roti yang dibawanya ke etalase toko). "Apakah hanya segini yang kita jual hari ini?" tanya Aluna ketika sudah menaruh semua rotinya.
"Yah, aku rasa cukup sebanyak itu, Lagipula hari ini sedang tidak banyak pesanan." ujar Pamannya sembari menaruh celemek yang dipakainya.
"Paman istirahat saja, biar aku yang jaga toko saat ini." ujar Aluna sembari merapihkan beberapa tatanan roti di etalase.
"Amhh.. baiklah, bila sudah pukul 19.00 kau bisa tutup tokonya yah." Pamannya merapihkan bajunya dan masuk ke dalam ruangan tengah.
"Baik paman, selamat beristirahat." Aluna terduduk di kursi dimana tempat kasir berada.
MALAM HARINYA
Pukul 19.00 aluna menutup toko roti Pamannya. Dia menuju ruang makan dimana bibinya sudah menyiapkan makan malam untuk mereka.
"Duduklah Luna, bibi sudah masak Risotto kesukaanmu." Bibinya menaruh makanan di depan kursi Aluna.
"Wahh, senangnya. Rasanya senang sekali bisa makan masakan bibi lagi (Mencium aroma Risotto dihadapannya)." Ungkap Aluna merasa sedikit bersemangat melihat menu makan malam kala itu.
"Ahh Luna ini, bila memuji paling bisa saja. Sudah cepat dimakan selagi masih hangat," ujar bibinya yang senang melihat kepoakannya itu menikmati masakan buatannya.
"Baik bibi, aku makan yah." Aluna memulai makan masakan yang ada dihadapannya itu.
"Kau ini, masa kalah dari Luna. Padahal Risotto itu tidak terlalu panas. Tapi makannya masih belum habis sedari tadi," ujar Bibi Aluna kepada Pamannya.
"Mau bagaimana lagi, aku ini tidak bisa makan selagi masih panas kan. Lidahku ini sudah sensitif dari dulu." Ungkap Pamannya yang memberikan alasan.
"Ahh yasudahlah, sini perlu aku tiupi agar cepat dingin?" mencoba meraih risotto yang sedang ada dihadapan suaminya itu.
"Wah, kau pikir aku anak kecil. Sudahlah.. lebih baik kau juga ikut makan bersama kami." Menganggkat Risottonya dan mencoba meniupi makananya sendiri.
"Iya..Iyah.. ini baru aku mau makan." Sedikit menyeringai sebelum memakan makanannya itu.
Aluna hanya bisa tersenyum melihat kehangatan yang ditunjukan oleh Paman dan Bibinya itu.
Beberapa Menit Setelah Makan Malam
"Oh yah Paman.. Bibi, aku ada sesuatu untuk kalian. Sebentar aku ambilkan dahulu dikamar yah" ujar aluna setelah menghabiskan makanannya dan mencuci piring. Aluna menuju kamar dan membuka koper yang belum sempat dia buka sehabis pulang dan beristirahat tadi siang. "Ahh ini, dan ini". Aluna mengambil beberapa barang dari koper dan kembali ke ruang tengah dimana bibi dan pamanya berada.
"Ini apa luna?" tanya bibinya yang terheran dengan benda kecil ditanganya.
"Itu adalah daun Semanggi berhati empat. Daun itu sangat terkenal di kalangan para pendaki. Aku mengambil daun itu ketika di hutan sebelum memasuki kastil. Banyak yang bilang bila kita menyimpan daun itu, maka keberuntungan akan datang. Percaya tak percaya sih. Namun karena langkanya daun itu, aku tertarik untuk mengambilnya. Bahkan aku sempat berebut dengan teman-teman ketika menemukannya" ujar luna antusias.
"Bukankah berarti ini sangat berharga buatmu Luna?", ungkap bibinya.
"Tentu saja, namun kalian lebih berharga buatku. Jadi sebagai seseorang yang berharga buatku. Aku ingin memberikan sesuatu yang berharga itu untuk kalian"
"Ahh kau ini buat kami terharu saja Luna..."
...
Aluna kembali ke kamarnya setelah selesai berbincang dengan paman dan bibinya. Dia tiduran diranjang setelah merapihkan beberapa pakaian. Dikala dia hendak memejamkan matanya. Tiba-tiba terdengar suara benda yang dilemparkan ke jendela kamarnya. Seketika dia membuka mata dan melirik ke arah jendela.
"Hmm, siapa yang iseng melempar batu ke arah jendela?" Aluna meneguk ludahnya seraya turun dari ranjangnya.
Dia sedikit ragu untuk membuka gorden jendela. Diriknya jam yang menunjukan pukul 23.00 malam hari. Melihat waktu yang sudah malam, dia urungkan membuka gorden dan kembali ke ranjangnya.
Plak.. suara jendela yang dilemparkan batu kecil.
Plak..
Plak..
"Huhhh.. siapa sih orang yang jahil ini. Rasanya tetangga belakang tak pernah seperti itu. Apa ada yang mau dia sampaikan ya?" ungkapnya kembali dalam hati.
"Tapi.. itu tidak mungkin, inikan sudah larut!" Aluna lantas menutupi bagian wajahnya dengan selimut.
Plak..
Plak..
Plak..
Dibalik selimut Aluna sempat merinding dan ketakutan dikarenakan suara itu. Ketika suara tersebut tak henti-hentinya menganggu. Aluna lantas kesal dan mengambil tongkat pemukul yang berada di pojok kasurnya. Spontan dia buka gorden dan jendela kamarnya tersebut.
"Ehh.. tidak ada orang... Glek, " tiba-tiba degub jantung Aluna semakin cepat. Dia merasa dibelakangnya ada seseorang yang berdiri. Dia tengok perlahan dan terkejut melihat sosok lelaki tinggi berjubah di belakangnya. Akhirnya dia pingsan dan tak sadarkan diri.
Lelaki itu mengulurkan tangannya dan mengusapkan sesuatu ke kepala Aluna. Langit malam yang tadinya cerah diterangi rembulan tiba-tiba mendung dan hujan turun dengan derasnya. Petir menyambar merobohkan pohon besar di sekelilingnya rumah dekat Aluna.
•••
Pagi tiba dengan pancaran sinar mentari menerpa wajah Aluna yang tergeletak di lantai. Dia membuka matanya perlahan. Dilihatnya sekeliling kamarnya dan mulai terkaget. "Astaga, kenapa badanku terasa dingin. Langit kamar juga tampak jauh sekali?" ujarnya yang belum sadar tergeletak di lantai. "OMG, aku... kenapa aku tidur dilantai?" Aluna akhirnya tersadar dan bangun dari tempatnya tergeletak. "Huacchih," suara bersin yang dikeluarkannya karena kedinginan.
"Aluna.. kau sudah bangun. Ayo cepat turun dan sarapan." Panggil bibinya untuk segera sarapan pagi.
"Iya bibi, aku segera turun." Aluna keluar dari kamarnya menuju kamar mandi untuk mencuci wajahnya. "Haah, ada apa denganku ini. Aku merasa lelah sekali. Padahal baru saja bangun tidur. Apa karena aku tidur dilantai kah. Lalu kenapa aku bisa tidur dilantai?" Aluna masih tampak bingung seraya melihat wajahnya di kaca ketika mencuci wajahnya.
KAMPUS_MIPA1
Aluna berjalan di lorong kampus menuju kelasnya. Hari itu adalah hari pertamanya memasuki kelas biologi A setelah dia mengikuti ekspedisi beberapa hari lalu. Aluna pindah kelas berdasarkan hasil tes ujian masuk dan pencapaiannya sebagai peserta ekspedisi untuk para calon peneliti masa depan. Dia memasuki ruang kelas yang tampak asing baginya. Aluna yang notabenenya dari kelas biologi D dimana hanya terdapat mahasiswa biasa disana.
"Hallo, namaku Aluna dari biologi D. Salam kenal semuanya,"ujar Aluna sebelum memasuki pintu kelas biologi A. Meski sedikit gugup berada dikelas yang baru. Aluna memasuki ruangan dan terduduk di kursi yang masih kosong. "Ahh, rasanya aneh sekali disini. Lagipula mereka kenapa diam saja melihatku?" ungkap Aluna ketika duduk di kursi yang masih kosong.
Beberapa saat kemudian Vincent memasuki kelas. "Ahh, Vincent," spontan Aluna melambaikan tangannya kepada Vincent. "Yah, kau jadi benar berada di kelasku? Tidak heran sih," ujar Vincent kepada Aluna sembari berjalan mendekati bangkunya. Lantas dia terduduk disamping Aluna yang terduduk di belakang. Teman-teman sekelas terkejut melihat Vincent yang tak pernah bicara dengan sembarang orang memulai percakapan dengan Aluna yang baru masuk ke kelas mereka. Dia bahkan terduduk di samping Aluna untuk menemaninya.
"Wahh, apa-apaan ini?. Akan ada badai apa rembulan cerah di Phinleaf." Ungkap anak-anak biologi A secara pelan melirik kearah mereka
•••
Hingga beberapa saat kemudian Dosen memasuki ruangan dan memulai kuliahnya kala itu.
BEFORE NEXT BAB 6
Comments
Post a Comment