Feb 13, 2024

NEVERS ISLAND

 

 

NEVERS ISLAND 

 

SINOPSIS:

Tania seorang mahasiswi Biologi universitas swasta di london. Saat akan berlibur bersama teman-temannya di pulau terpencil. Pesawat yang membawa tania dan temannya mengalami kecelakaan saat akan mendekati pulau. Berkat peralatan keselamatan darurat yang tania pakai ia pun lolos dari maut. Namun ia terpisah dengan teman-temannya. Naas dia mendarat di laut lalu terbawa arus hingga tiba di sebuah pulau tak berpenghuni yang tak ia kenal di peta. Dalam keadaan ketakutan dan sendirian tania mencoba bertahan di pulau tersebut sampai akhirnya ia memutuskan menjelajahi pulau tersebut. tania memiliki keyakinan suatu saat dapat bertemu dengan temanya yang lain apabila dia bertahan hidup kala itu. Namun teman-teman tania yang berhasil selamat ternyata berada di seberang pulau yang berbeda dengan dirinya.
 

 CAST: 

1. TANIA

2. GILL

 

GENRE : FANTASI - REMAJA

 

STATUS SELESAI

 

DAFTAR ISI

PROLOG

1. CHAPTER I. SENDIRIAN DIHUTAN 

2. CHAPTER 2. WANITA TANGGUH

3. CHAPTER 3. APAKAH AKU SUDAH MATI?

4. CHAPTER 4. KEGIGIHAN GILL

5. CHAPTER 5. SANG PENYELAMAT

6. CHAPTER 6. TEMAN-TEMAN

7. CHAPTER 7. HARAPAN

8. CHAPTER 8. TENGGELAMNYA NEVERLAND

9. CHAPTER 9.  TERBANGUN DARI MIMPI BURUK

10. CHAPTER 10.  AFTER

NEVER ISLAND ARC 1: CHAPTER 1. SENDIRIAN DI HUTAN


CHAPTER 1. Sendirian di hutan

Sempat tak sadarkan diri dipinggir hutan dekat laut lepas yang membuat sekujur tubuhnya kedinginan. Tania tersadar dari pingsannya setelah kurun waktu tiga jam dia tergeletak.

Beruntung saat Tania pingsan matahari bersinar cerah. Baju yang basah kini sudah mengering kembali. Tania membuka matanya perlahan. Dia pandangi sekeliling yang tampak hanyalah pohon-pohon besar menjulang tinggi.

Tania terbangun dari posisi tengkurap menjadi terduduk bersandar dibawah pohon besar. Kembali mengingat apa yang baru saja dia alami beberapa jam yang lalu. Tenggorokan yang kering serta perut yang lapar memaksanya untuk bergerak saat itu juga.

Tania berjalan memasuki pepohonan besar itu. Meski sedikit enggan menjelajah lebih jauh kedalam hutan. Namun rasa haus dan lapar membuatnya memberanikan diri. Ditambah lagi, Tania tak bisa minum air dari air laut yang sudah jelas rasanya asin.

Meski dia berjalan belum jauh dari tempatnya bersandar tadi. Tania memutuskan untuk istirahat sejenak kembali. Rasa lelah disertai haus dan lapar membuat tubuhnya tak sanggup bertindak seperti biasanya.

Tania terus-menerus mengatur nafasnya. Dia pandangi sekeliling pepohonan besar itu. Namun belum tampak juga pohon yang menghasilkan buah untuk di makan. Lalu, dia pun meneruskan langkahnya itu.

Oh Tuhan,.. apakah ini akhir dari hidupku?.

Bisakah aku bertahan ditempat ini?

Pulau apa ini sebenarnya?

Mengapa aku pandangi dari ujung ke ujung hanya pantai dan disini hanya pepohonan bakau yang besar.

Apa tidak ada pohon yang menghasilkan buah?!.

Huh..., Bisa-bisa.... Aku nanti mati kelaparan kalau begini!.

Jangankan untuk mencari teman-teman. Aku sendiri saja belum tentu bisa bertemu dengan mereka bila tak bisa bertahan dari kondisi ini.

Hugh.... Pokoknya.... Aku harus bisa bertahan hidup dulu! Baru aku bisa berfikir kesananya setelah tubuhku terisi nutrisi..

Air...air... Dimana sih sumber mata air disini?...

Buah...buah... Semoga tak jauh lagi aku bisa menemukan pohon penghasil buah...

Oh Tuhan.... Bantulah hambamu ini....

Sebari memegang tongkat yang dia temui di perjalanan. Tania terus berjalan menyusuri hamparan pohon besar itu. Berharap ada sumber mata air yang dekat dan pepohonan penghasil buah disana.

Sudah berjam-jam Tania berjalan dan hari mulai sore. Ditengah keputusasaan dalam pencarian mata air di dalam hutan, Tania sempat terdiam dan tertunduk. Rasa lelah yang tiada ketara membuat kepalanya tak bisa berpikir lagi. Disaat dia sudah hampir menyerah dan terduduk dibawah pohon besar untuk beristirahat.

Ughh..., Bunyi suara perut Tania yang menandakan cacing diperutnya sudah berdendang.

"Damn ... meski sudah berjalan berjam-jam pun. Tak satupun pohon buah-buahan kutemui."

"Ughh.. apakah ini... Akhir hidupku ... ." batin tania.


Tania perlahan menutup matanya untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya. Saat itu dia sempat bermimpi bertemu dengan teman-temannya. Di mimpi itu, Tania berusaha memanggil dan mengejar mereka yang berjalan di depannya.


Ryo... Gill....itu kalian kan...tunggu aku...


Teman-teman... Kalian mau kemana?...


Kalian... Baik-baik saja kan?


Uh...ahh...uhh...aghh...Tania mengambil nafas sejenak serta memegangi pundak temannya.


Ryo!... Kenapa kau berjalan cepat sekali.
Aku sampai berlari terengah-engah begini.
Ryo.....,


Sesaat Ryo ditepuk pundaknya dan dia pun berbalik menghadap Tania sambil tersenyum....


Kau memanggilku?...


Tidakkk...., Tania pun menjerit histeris ketakutan...


Tania terbangun dengan mata terbelalak tiba-tiba. Keringatnya bercucuran bak air hujan menerpa tubuhnya. Jantungnya berdetak tidak karuan.


Kemudian dia pun mencoba menarik nafas sejenak sebari memegangi dadanya yang masih terkaget akan mimpi yang dilihatnya.


"Mimpi kah?"


"Tapi.... Kenapa harus Ryo?..."


Di dalam hatinya, Tania berharap Ryo dan lainnya baik-baik saja. Firasatnya mengatakan bahwa sedang terjadi sesuatu pada dirinya dan teman-temannya lain. Meski demikian, Tania tetap berharap temanya yang lain juga dalam keadaan baik.


Usai beristirahat dari tidur pendeknya itu. Tania berdiri kembali ditemani tongkat penopangnya untuk berdiri. Meski sedikit merasa malu karna terlihat berjalan seperti nenek tua yang menggunakan tongkat. Tania tetap membawa tongkat itu untuk membantunya berjalan di tengah hutan tersebut.


Hari yang sudah semakin senja membuat hutan terasa semakin anker kala itu. Sebari menelan ludahnya dan memberanikan diri, Tania masih terus berjalan.


Hari sudah mulai gelap, hutan terlihat hitam di malam itu. Beruntung Tania selalu membawa gantungan kunci kos-kosan berhiaskan senter bersamanya. Kini meski hanya secercah cahaya senter. Tania tidak terlalu takut akan gelapnya malam di hutan.


Namun lambat lain Tania memutuskan untuk berhenti berjalan. Dia khawatir bila di hutan tersebut ada binatang buas yang berkeliaran di tengah malam dan menyerangnya tiba-tiba. Oleh karena itu, meski dengan sedikit energi yang dia miliki. Tania memutuskan beristirahat di atas pohon yang bercabang untuk keamanan dirinya.


"Ugh, syukurlah aku ini bisa memanjat pohon. Bila tidak... Aku tidak tau bagaimana nantinya."


"Apalagi, ditempat antah berantah seperti ini".


Tania memanjat salah satu pohon disekitar dia berhenti. Dia matikan senternya karna terdapat sinar bulan yang menerangi di atas pohon. Dia pun hanya bisa memandangi langit sebari Meneteskan air matanya.


Tania menangis bukan karena sedih akan kesendiriannya saja. Tapi karna dia memikirkan nasib teman-temannya yang lain. Ditambah lagi,...mungkin... Bila Tania tidak bisa bertahan hidup di hutan itu. Ada kemungkinan bahwa... Dia akan mati disana.


πŸŒ”πŸŒ”πŸŒ”πŸŒ”


"Hey... Kau yang disana?!"


"Ehh... Apa? .. maksudmu aku" (mau apa si Gill memanggil aku?)


"Kau Tania kan?"


"Ahh...i..Iya...mulai saat ini aku adalah teman satu kelas gill"


"Heeh... Rupanya kau sedikit berbeda yah dengan yang lainnya"


"Ah...eh.. maksudnya berbeda?"


"Yah.. kau tidak memanggil aku dengan sebutan tuan muda Gill seperti yang lainnya"


"Ahh...ahaha...begitu yahπŸ˜„? (Ini cowok...emangnya harus banget gitu! Dasar mentang-mentang orang kaya! πŸ˜’). Baiklah bila kau maunya begitu tuan muda Gill... Ada apa ya memanggilku?"


"Ah... Tidak...tidak... Kau panggil namaku seperti biasa saja. Lagipula aku tak ingin dipanggil tuan segala. Berasa kaya om-om gue jadinya!"


"Ahh... Baiklah ( hadeuh merepotkan banget ini orang! Maunya apaaa coba? 😌). Ada apa yah gill?"


"Oh yah... Kudengar lusa akan ada camp di cagar alam?"


"Ahh... Itu yah... Aku rasa pembagian kelompoknya hari ini. Ada apa memang?"


"Yah, sebenarnya ini adalah camp pertamaku di universitas. Jadi aku tak tau apa-apa soal perkemahan"


"Ohh... Begitu yah. (Yah, wajar saja. Wong kamu ini tuan muda. SMA saja home school.) Terus ada yang bisa aku bantu?"


"Ya.. jadi bisakah aku masuk kelompokmu untuk acara camp lusa?"


"(Hah? Maksud loh?!!) Eh.. tapi kelompok ditentukan oleh dospem gill. Jadi.. aku juga tidak bisa apa-apa..Hhe"


"Ahh... Jangan khawatir. Karna dosen pembimbingnya juga akan menempatkan kita dalam satu kelompok"


"Eh...?"


Saat itu aku masih tak mengerti apa maksudnya. Tapi saat pembagian kelompok oleh dospem....
Kelompok 1, Vian, Mina, lord, sisi, tatas, Emil..
Kelompok 2, zaja, ember, fork, butc, calc...
Kelompok 3, gill, Tania, Marta, Luis, Albert...
Kelompok 4, Sintya, Dona, Boby, laryt, tim...


Itu adalah nama-nama kelompok untuk acara camp pada praktikum lapang lusa, Tutur dospem.


Kami berada dalam satu kelompok!... Dan seperti yang gill katakan.


Yah aku sih tak keberatan satu kelompok dengan dia. Malah semua tugas yang diberikan jadi lebih mudah. Banyak hal yang bisa aku dapat. Terutama lokasi camp No 1 di cagar alam dengan tenda super mewah. Yah yang lebih penting, ilmu yang kami dapat menjadi 2x lipat lebih berguna. Cause, pembimbing kami adalah profesornya cagar alam ini pula!.


Dikarenakan acara camp diadakan 2 hari 1 malam kami pun menginap di cagar alam tempat kami praktek lapang.


"Hemm... Ternyata menyenangkan juga yah. Mengikuti praktikum lapangan, apalagi di malam ini bulannya bersinar terang", ujar gill pada diriku.


"Ahh... Kau benar. tapi... Aku tidak terbayang bila suatu saat berada di hutan sendirian. Itu... Sangat menakutkan.."


Dengan tersenyum gill mencoba meyakinkanku, "tenang saja, meski kau berada di hutan sendiri pun. Kau tak akan terlalu takut".


"Heeh, kenapa emang gill?, Tanyaku penasaran.


"Yah, karna kau pasti bisa melaluinya Tania!... Karna kau adalah wanita kuat dan tegar menurut pengelihatanku. Jadi... Apapun situasinya, kau pasti bisa menghadapinya".


πŸŒ”πŸŒ”πŸŒ”


Hari ini dibawah sinar bulan yang sama seperti waktu itu. Aku sekarang.... Berada di tengah hutan sendirian.


"Gill... Apakah....aku... Apa, ... Aku benar-benar bisa melalui ini?"


Tania mengikatkan tubuhnya di Batang pohon dengan helain baju yang dia robek agar dia tidak jatuh. Dia pun menutup matanya perlahan untuk menahan lelah dan beratnya hari yang dia lalui. Meski begitu, Tania tetap siaga tanpa tertidur lelap.


🌳🌳🌳Bersambung🌳🌳🌳

PROLOG                                                                                                                    NEXT CHAPTER 2


MIRACLE HELIANTHUS: BAB 11. Mulung sampah? Pegal-pegal, Rasa kantuk

 


Tanpa terasa Aku sudah menginjak semester 5 lagi. Usai dengan kegiatan Ekplorasi beberapa waktu lalu. Kami akhirnya dapat membuat laporan hasil dari kerja kami dalam kegiatan seminar yang akan diadakan oleh prodi Biologi. Untuk Presentasi hasil inventarisasi serangga diwakilkan oleh Jefra. Hari-hari kuliah aku mulai kembali setelahnya.

Waktu berlalu sangat cepat hari-hari di kampus sampai tidak terasa. Ketika di bangku Sekolah Menengah Atas dulu aku belajar untuk mendapatkan nilai bagus. Namun di bangku Kuliah aku sedikit menurunkan ambisiku. Awalnya aku pikir hanya dengan menjaga nilaiku untuk mendapatkan Indeks Komulatif 3 sudah cukup. Ternyata aku terlalu santai karna aku berada di Universitas Swasta. Bukan tanpa alasan aku tidak memiliki ambisi untuk jadi yang terbaik. Tapi alasan untuk jadi terbaik itu cukup melelahkan bagiku. Dulu aku bisa berusaha lebih baik lagi karena aku merasa seperti punya seorang pesaing yang kuat juga. Namun disini aku tidak melihatnya, Orang yang ingin aku ungguli dan aku kalahkan. Dan itu adalah salah satu pemikiran naifku yang mungkin akan aku sesali nanti.

Tampaknya Jurusan Biologi ini tidak akan membuatku bosan. Karena selalu ada saja kegiatan yang mencegahku untuk bermalas-malasan. Hari ini ketua Miya berdiri di depan kelas kami sedang memberikan pengumuman bahwa angkatan kita akan turut ikut berpartisipasi dalam kegiatan walikota dalam kelestarian lingkungan yang akan di hadiri semua kalangan mahasiswa terutama Jurusan biologi di kota tempatku tinggal. Tidak ada paksaan dalam mengikuti kegiatan ini. Namun hampir semua teman-teman di kelasku ikut serta dalam kegiatan ini. Tentu saja aku tak bisa untuk tidak ikut ketika 90 % suara mengatakan iya. Kegiatan akan dibuka di kantor walikota pada Hari Minggu pagi. Kami semua diminta datang untuk berkumpul pada kegiatan tersebut bagi yang bersedia ikut.

...

Hari sabtu akhirnya tiba, aku turun dari angkot dan apa yang aku lihat di depan mataku ini. THIS IS FANTASTIC, betapa banyaknya orang yag berkumpul untuk berpartisipasi dalam kegiatan ini. Dikarenakan terlalu penuh di lapangan, aku menunggu di luar gerbang menunggu pembukaan selesai. Aku menunggu dengan beberapa temanku yang juga tidak kebagian tempat untuk mengikuti pembukaan tersebut. Setelah selesai pembukaan kami dibagikan kaos untuk turun ke lapangan. Aku satu kelompok dengan Diana dan Yana serta 5 mahasiswa lainnya menaiki mobil pickup untuk menuju lokasi yang akan menjadi tujuan pembersihan sampah di sungai.

...

Sesampainya di lokasi sungai yang akan kami punguti sampahnya, rupanya ada masyarakat sekitar juga yang sudah menunggu untuk ikut berpartisipasi. Tidak aku sangka akan semeriah ini meski hanya kegiatan mulung sampah. Jujur saja awalnya aku tidak begitu Excited. Namunketika melihat semua orang dengan kepeduliannya terhadap lingkungan membuat semangatku juga ikut meningkat.

...

Pukul 12.00 waktu adzan dzuhur kami istirahat dari aktifitas mulung sampah. Tidak disangka-sangka para penduduk sudah menyiapkan camilan untuk kami santap ketika istirahat. Aku sungguh terhari sekali melihat kepedulian mereka. Hangatnya teh manis yang aku minum kala itu terasa hangat sekali sampai menyentuh hatiku. Usai istirahat kami lanjutkan kembali memasukan sampah-sampah yang berserakan di sungai kedalam karung yang sudah disediakan. Akhirnya pukul 13.20 Sungai yang ada di hadapan kami sudah bersih kembali. sebelum dan sesudah dibersihkan terlihat nyata sekali dimataku. Karung-karung yang berisi sampah tersebut diangkut dengan truk ke tempat pembuangan sampah. Setelah selesai kami berpamitan dengan warga sekitar dan kembali lagi ke tempat pertemuan awal kami di kantor walikota.

Ketika perjalanan pulang di mobil pick up yang terbuka kami bertemu dengan regu lainnya yang juga sudah menyelesaikan kegiatan mereka. Aku melihat Ana dan Zara disana dan melambaikan tangannya pada kami.  Setibanya di lapangan kantor Balaikota kami semua berkumpul disana untuk beristirahat makan siang. Setelah melakukan Breafing  dengan ketua regu masing-masing kelompok kegiatan. Acara ditutup dengan pembacaan doa.

...

Tanpa terasa acara sudah berakhir begitu saja. Aku baru sadar sekarang sudah tergeletak lagi di ranjang empukku ini. Saat ini badanku terasa pegal-pegal sekali. Baru kali ini aku merasakan sakit dibadan ini sampai ke sekujur tubuhku. Malam harinya aku tidur sangat pulas sekali tidak seperti biasanya. Aku dengan suara kecil yang seakan memanggilku namun tidak aku hiraukan dan  mata ini kembali tertidur lelap.

Pagi harinya aku bangun masih merasakan sakit di kaki serta pundak. Namun setelah mandi dengan air dingin rasa pegal itu mulai sedikit berkurang. Setelah sarapan pagi aku bergegas berangkat dikarenakan hari ini ada kuliah pagi dan aku lupa mengerjakan tugas. Aku berencana datang pagi sekali untuk mengerjakan tugas di kelas.

Sesampainya aku di kelas, benar saja masih belum ada orang yang datang. Aku buka laptop dan mulai mengerjakan tugas saat itu juga. Pukul 07. 30 Satu persatu teman-temanku datang ke kelas. Akhirnya aku bisa menyelesaikan tugas di detik terakhir dengan sedikit bantuan dari Ana dan Zara.

Siang harinya di kantin kampus

Tidak biasanya aku merasa siang ini perutku sangat lapar sekali. Aku menghabiskan menu makan siangku kurang dari 15 menit. Teman-teman yang kaget melihatku tidak seperti biasanya lantas pada meledekku kala itu. "Gila laper lo ya?" ujar Diana dengan ekspresi terheran melihat aku sudah menghabiskan makananku. "Iya nih, gak tau gue laper atau kelaperan ya hahaha." Ujarku membalas pertanyaan Diana tersebut. "Hahaha ... ." Ana dan Zara juga lantas tertawa kocak kala itu. Karna biasanya yang selalu kelaperan itu adalah Diana dan kini aku membuat rekor baru makan nasi gila hanya membutuhkan waktu 13 menit saja.

Ruang Praktikum Biologi

Dosen sedang menerangkan tata cara praktikum yang akan kita lakukan hari ini. Namun mataku tidak ada hentinya ingin menutup. Lantas Ana mendorong bahuku pelan dengan tangannya pertanda yang lainnya juga sadar akan kelakuannku. Aku lantas paksakan mata ini untuk terbuka dengan terlihat sedikit melotot. Tanpa aku sadari tatapanku malah tertuju pada Gerald. Lalu secara kebetulan wajahnya yang sedang terduduk di depan membalik ke arahku. Bukan main malunya aku memelototi Gerald ketika kedua mata kami saling bertemu kala itu. Aku langsung memalingkan wajahku kearah Ana seraya tersenyum. Tiba-tiba namaku dipanggil oleh Dosen yang sedang menjelaskan di depan sana. "Alya ... ." Ujar Dosen Ekologi memanggil namaku. "Ah iya bu ... ." jawabku panik. "Coba jelaskan bagaimana cara menghitung tipe Dispersi?" tanya dosenku itu dengan senyuman yang mematikan. "Dengan menggunakan Rumus Bu." Lantas aku membaca rumus yang terdapat pada buku panduan yang aku pegang. Namun karna tadi sedang mengantuk aku tidak bisa menguraikan tata cara yang sudah dijelaskan sebelumnya. Akhirnya aku ditegur oleh Ibu Dosen dan diminta untuk membasuh muka agar tidak mengantuk. "Semalem tidur jam berapa emang Alya?" tanyanya padaku. Rupanya dia tahu bahwa aku dari tadi mengantuk dan tidak fokus. "Amh ... Jam 20.00 bu ... ." Jawabku pelan. "Mmmm ... masa? yaudah kamu cuci muka dulu biar seger," ujar dosenku dengan senyumannya yang buatku Crepy.  "Baik bu ... ."  Ujarku menundukan kepala berjalan meninggalkan kelas. Disaat bersamaan teman-temanku ada yang tertawa dan melihat kearahku. Terutama Yana yang terlihat senang sekali melihatku untuk membasuh wajah. "Aughh ... Memalukan sekali." Aku keluar ruangan menuju toilet untuk membasuh wajahku dengan pipi yang sedikit merah panas karena malu.

Toilet wanita

Usai membasuh wajah dan kembali segar kembali. Aku baru ingat bahwa karena tidur terlalu cepat membuat aku bangun tengah malam. Aku ngin tidur lagi tapi tidak bisa karena mataku sudah terbuka sepenuhnya. Alhasil aku mencoba menonton serial anime paforitku yang belum sempat aku tonton. Tanpa aku sadari waktu sudah menunjukan pukul 03.00 dan aku mulai mengantuk untuk tertidur kembali. Aku bahkan sampai lupa dengan Tugas kuliahku. "Augh ... Lelahnya hari ini." Ujarku menatap wajahku yang masih basah di cermin.


BEFORE                                                                                                    NEXT BAB 12

MIRACLE HELIANTHUS: BAB 10. Pendakian Nepenthes

 


Pagi buta sekali aku bangun untuk mandi karena kamar mandi yang ada hanya satu. Gelapnya ruang tengah membuatku harus hati - hati dalam melangkah karena sebagian para cowok-cowok dan senior memenuhi ruangan untuk tidur disana. Aku berjalan perlahan membuka pintu kamar mandi dan aku tutup dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Aku gantungkan handuk dan baju gantiku setelahnya. kemudian aku masukan tangan perlahan ke bak air terlihat bening jernih itu. Baru saja ujung jariku yang memasuki permukaan air sudah aku tarik kembali karena sangat dinginnya air tersebut. Aku yang biasanya mandi paling lama dirumah ketika disana tak sampai 10 menit sudah kelar. 


Waktu masih menunjukan pukul 04.30 dan orang - orang masih tertidur. Aku perlahan kembali ke kamar dan mengambil selimut untuk menutupi tubuhku. Dikarenakan udara yang dingin aku kembali rebahan sambil memainkan hanponeku. Tak lama berselang Adzan berkumandang dan satu persatu temanku bangun. Ada yang pergi mandi, ada yang menunaikan ibadah, ada juga yang pergi ke dapur untuk sekedar membuat kopi dan teh dikarenakan dinginnya suhu kala itu.

Fajar mulai menyingsing aktifitas pagi kami dipenuhi dengan orang-rang yang masih tertidur pulas dengan selimut yang menutupi seluruh badan di ruang tengah. Ada sebagian orang yang memulai paginya dengan sarapan pagi. Ada pula yang sedang ngobrol sambil ngopi-ngopi di beranda. Aku sendiri menikmati secangkir teh di pagi hari dengan sepotong roti di kamar perempuan. Aku bolak balikan buku panduan identifikasi serangga setelah mendapatkan beberapa tips dari dosen semalam. Diluar sana terdengar Pak Asep sedang bersenandung ria bersama anak-anak lelaki di beranda. Canda gurau mereka sampai terdengar di kamar tempatku sedang bersantai.  Selesai dengan semua aktifitasku di kamar, aku keluar sejenak untuk menghirup udara segar di pagi hari. Kulihat orang-orang yang diberanda sudah tidak ada. Diana bilang mereka pergi ke danau bersama Pak Asep dan Dosen lainnya untuk melihat-lihat hasil kerja mahasiswa dan menikmati pemandangan telaga warna.

...

Ketika aku sedang terduduk asik di kursi beranda depan. Jefra datang menghampiriku untuk berjalan-jalan ke area kebun teh yang belum kita kunjungi kemarin. "Ahh, oke bentar aku ambil sepatu dulu," ujarku setelah mendapat ajakan darinya. Aku memakai sepatu dan perlengkapan seadannya untuk melihat-lihat kebun teh yang tak jauh dari vila tempat kami menginap. Setibanya disana, Aku cukup takjub dengan apa yang aku lihat. Rupanya banyak serangga yang menghuni pohon teh. Ada juga lebah yang mengitari pohon teh yang sempat terjaring oleh penangkap serangga kami. Setelah memfoto serangga tersebut, kami melepaskannya kembali. Aku mendapatkan banyak foto disana, tapi kebanyakan foto tanaman yang baru aku lihat.

Selesai berkeliling kebun teh kami kembali ke vila. Yana yang menyaksikan kami berdua baru saja kembali dari kebun teh tiba-tiba tersenyum gak jelas dan menggoda kami berdua. "Ciye, Pagi-pagi udah jalan aja berdua," ujarnya yang masih sarungan terduduk dengan senyum aneh ditangannya memegangi secangkir kopi. "Iya dong, Pagi-pagi olahraga keliling kebun nih. Lumayan dapet banyak sampel foto tadi." Jefra lantas membalas ucapan Yana dengan santainya. Tentu saja, Jefra tidak akan salting menerima ujaran seperti itu. Lagipula Yana memang seperti itu orangnya jadi kami berdua juga sudah tidak aneh lagi. Btw, Ceweknya Jefra itu lumayan cantik dan sekolah di keperawatan ternama rumornya. Aku tau dari raya yang pernah bilang sama teman-teman di kelas beberapa waktu lalu.  Jadi mana mungkin dia melirik wanita lain dan aku juga menganggap dia hanya teman biasa. Apalagi Jefra ini terlihat seperti cowok alim dari pesantren gitu yang  jauh sekali dari kriteria cowok idamanku.

Ditengah obrolan kami rupannya para dosen sudah kembali dari danau dengan beberapa mahasiswa lainnya. Usai diskusi sejenak sembari menikmati camilan pagi. Para dosen akhirnya berpamitan pulang.

...

Tanpa terasa suasana vila jadi terasa sepi dikarenakan semua orang sedang pergi menyelesaikan tugas di hari terakhir kami. Dikarenakan besok siang kami sudah harus menginggalkan tempat ini. Aku lihat Gerald dan Farel juga sudah tidak ada di kamar. Padahal sebelum aku dan Jefra pergi ke kebun dia masih selimutan dengan farel. Sekarang kamar lelaki sudah kosong dengan pintu yang terbuka lebar. Mungkin dia ada di danau bersama tim Diana yang lainnya yang sedang meneliti ekosistem air danau.

Waktu sudah semakin siang, pukul 10.30 Aku dan Jefra bersiap-siap untuk melakukan pendakian bersama Meylisa dan Kak Puad. Yana dan Sobar tinggal di vila untuk berjaga karena semua orang sedang di luar. Kami berangkat dengan menyusuri bukit di samping vila.  Tidak aku sangka perjalanan mendaki ke atas bukit itu sangat melelahkan. Ditengah perjalanan Jefra tersengat lebah. Aku lihat ujung telunjuknya sudah mulai merah karena lebah itu. Syukurlah aku membawa minyak tawon andalanku ketika bengkak atau terdapat gigitan serangga lainnya. Btw, ketika Jefra mengusapkan minyak itu ke tangannya aku jadi sedikit merasa bersalah. Aku dengar Gerald juga sempat tersengat tawon juga ketika kemarin mendaki bukit untuk melihat kantung semar. P3K yang dia bawa tidak ada obat untuk sengatan tawon. Jadi dia pakai pisau panas untuk membuat bekas gigitan tawon itu agar tidak menyebar racunnya. Aku tidak tau pasti bagaimana kronologi dia meyembuhkan luka dikakinya. Hanya saja aku tidak tau bila minyak tawon yang aku bawa semujarab itu. Andai aku bisa memberikannya pada gerald pasti sudah aku beri bila tau minyak tawon semujarab itu. Oleh karena itu aku membulatkan tekadku bila nanti pulang ke Vila dan ada yang tesengat tawon lagi akan aku rekomendasikan minyak ini. Meski aku gak berharap ada yang tersengat tawon lagi sih.

Perjalanan mendaki bukit menuju habitat kantung semar cukup jauh dan penuh dengan tanjakan diatas sana. Bahkan dengan bantuan tongkat yang kami bawa sebagai tumpuan masih cukup lelah. Tidak terasa kami sudah mencapai daerah yang cukup tinggi. Aku lihat sekelilingku penuh dengan pohon besar dan hijau mengelilingi kami. Melihat kearah bawah terlihat curam sekali sampai aku tak sanggup melihatnya untuk kedua kalinya. Tanpa kami sangka diperjalanan menuju habitat kantung semar bertemu dengan Farel dan Geral yang juga sedang mendaki. Rupanya mereka tidak berada di danau melainnkan menuju ke tempat Kantung Semar sejak tadi pagi. Gerald dengan bangganya menunjukan Foto-foto kantung semar yang ditemuinya ketika mendaki. Dia dan farel sedang dalam perjalanan turun setelah selesai dengan pendakiannya. Kini mereka sedang istirahat sejenak setelah turun dari daerah habitat kantung semar (Nephentes). Aku melihat Lulutnya yang cukup bengkak kala itu, lantas aku tawarkan minyak tawon yang aku bawa. Jefra lantas memberitahu betapa mujarabnya minyak tersebut. Gerald lantas mengoleskan minyak tersebut ke kakinya. Usai merapihkan tasnya Gerald dan Farel memutuskan untuk lebih dulu turun bukit. Kami berpisah dipertengahan perjalanan dan melanjutkan perjalanan menuju habitat kantung semar tersebut. Sudah hampir satu jam kami mendaki dan waktu sudah semakin siang. Diperjalanan kami bertemu dengan tim Nasir yang juga hendak menuju habitat kantung semar tersebut. Rupanya tempat yang biasanya hidup kantung semar beberapa waktu lalu sudah tak ada lagi. Kami yang baru datang itu sempat kecewa dengan kenyataan itu. Awalnya kami berniat menuju habitat kantung semar di daerah lainnya namun karena jaraknya cukup jauh dan waktu sudah menunjukan hampir sore pukul 14.30 akhirnya kami menyerah dan pulang untuk turun bukit. 

Aku terkejut untuk beberapa saat ketika dada kak Puda dihinggapi Pacet diatasnya. Lantas dia mencoba melepaskan Pacet tersebut perlahan. Namun karna dia sudah melekat di kaos tipis tersebut akhirnya dia biarkan sampai Pacet itu lepas sendiri. Agak ngeri melihat pemandangan itu. Aku mulai berhati-hati dan memeriksa semua pakaianku apakah ada pacet juga yang menempel. Bersyukur aku memakai pakaian tertutup tebal dengan jas hujan agar pacet didak menempel karna licin. Aku sangat senang sekali sempat meminjam sepatu Boots ayahku yang samgat membatu dalam pendakian ini.

...

Kami pulang dengan menuruni jalan setapak yang struktur tanahnya lumayan licin sehingga untuk turun perlu ekstra hati-hati. Ditengah Perjalanan aku dan Jefra menemukan beberapa serangga yang unik yang belum pernah kami temukan sebelumnya. Ada berbagai macam burung juga yang mengeluarkan suara yang merdu. Tanpa terasa  setelah  bejalan  cukup lama kami melihat jalan yang cukup besar yang  bisa dengan mudah dilewati untuk berjalan. Terlihat dari kejauhan terdapat danau yang sudah beberapa kita kunjungi sebelumnya. Yap, itu adalah danau telaga warna yang bisa kami lihat dari atas. Semakin dekat dengan danau rupanya teman-teman yang sudah turn lebih dulu sedang terduduk di seitar pinggiran danau. Setibanya di pinggiran danau kita semua beristirahat sejenak. Rupanya Gerald dan lainnya sedang melihat hasil dari alat pengukur kualitas air disana bersama tim ekologi air dan tanaman lumut. Waktu sudah semakin sore, kami semua meninggalkan area danau dengan membawa semua peralatan yang digunakan untuk mengamati dalam pekerjaan kami. Ketika menuju gerbang tempat masuknya area danau. Aku melihat papan informasi yang Yudi pernah bilang padaku kemarin. "Oh, Ini yang teman-teman bilang tentang Ikan itu," ujarku ketika membaca tulisan dan papan informasi tersebut. Setelah membaca hal tersebut aku sempat mengingat ikan yang aku lihat ketika menaiki perahu kemarin. Namun disampingku ada beberapa pria disana, salah satunya ada Gerald disampingku. "Heol, betapa konyolnya aku." ujarku kala mengingat hal itu dan menggelengkan kepalaku. Aku berjalan menghampiri yang lainnya yang sedang bersiap untuk sesi foto bersama di hari terakhir kami di sana. Aku pandangi langit yang sudah akan mulai gelap. Kami tersenyum gembira mengangkat tangan dan bergaya konyol untuk sesi foto tersebut.

...

Malam harinya kami melakukan breafing untuk sekedar sharing tentang apa saja yang sudah kita lakukan di sini selama 4 hari ini. Kami juga memeriksa kelengkapan semua peralatan yang harus kami bawa pulang kembali. Meski awalnya aku sempat kecewa karna tidak bisa melihat Tanaman kantung semar langsung di habitatnya. Syukurlah aku bisa melihat tanaman itu tepat di depan mataku. Aku tak tau senior bisa mendapatkannya dari mana tapi aku senang bisa mendapatkan foto kantung semar langsung dari kameraku. "Wah, ini cantik sekali." Ujarku menatap tanaman tersebut ketika pertama kali aku melihatnya.

Malam itu aku tidur cukup pulas meski sekujur tubuhku pegal karna perjalanan dari pagi sampai sore. Tidak tahu mengapa aku cukup senang apa yang telah aku lakukan hari ini. Aku tidak merasa bosan bila aku terus bergerak meski hanya berjalan mengikuti arahan kak Puda dan yang lainnya. Pagi harinya aku bangun dengan kondisiku yang cukup bugar. Aku membantu diana untuk membuat sarapan terakhir sebelum pulang. Kami juga merapihkan vila seperti sediakala sebelum kami datang. Nasir sudah siap di dalam mobil untuk mengantar kepulangan kami. Para lelaki pulang belakangan setelah mengunci pintu dan berpamitan kepada pengurus yang ada disana. Melihat vila tersebut dari balik mobil yang semakin meninggalkan daerah puncak gunung membuatku sedikit merasa sedih. "Selamat tinggal Telaga warna, Selamat tinggal semuannya." Kami pulang meninggalkan daerah tersebut diirringi iringan motor dari teman-teman lainnya yang pulang membawa motor masing-masing.

...


BEFORE                                                                                                                   NEXT BAB 11

MIRACLE HELIANTHUS: BAB 9. Telaga Warna

 

 


"Tidak tau kapan dan dimana aku mulai menyukai sesuatu atau membenci sesuatu itu? yang aku tahu hanyalah kehangatan dari kenangan yang tertinggal dihatiku." Ketika ketidakpekaan diriku berubah menjadi keingintahuan akan dirinya.

...

Aku bersama teman setimku Jefra masih disibukan akan mencari sampel serangga yang akan kami inventaris. Rupanya teman-teman yang lainnya juga melakukan pekerjaannya masing-masing sesuai dengan. Waktu sudah semakin siang. Kira-kira pukul 10.46 aku dan Jefra selesai dari aktivitas kami di kebun teh mengamati serangga yang ada disana. Kami memutuskan untuk melihat-lihat apakah ada serangga yang bisa diinventaris di sekitar danau sehingga kami memutuskan untuk mengunjunginya. Kulihat beberapa tim ekologi air sedang berada diatas perahu menikmati suasana tentram ditengah danau sana. Aku yang baru sampai bersama jefra berada di tepi danau menunggu teman-teman yang lainnya menepi.

Perahu itu menepi dan seseorang mengulurkan tangannya padaku untuk memanduku melangkah diatas perahu yang sedikit bergoyang. Tanpa basa basi aku gapai tangan itu hingga aku berada diatas perahu. Celoteh Yana menyoraki Gerald yang membantuku dengan menggenggam tanganku tadi. "Ciye-ciye Pegangan tangan," ujarnya ketika melihat Gerald yang membantuku naik keatas perahu. Kami hanya diam saja tidak menanggapi celotehannya itu karna begitulah Yana dengan segala keusilannya. Jefra juga sudah berada diatas perahu membantu mengayuh perahu agar menuju ketengah danau kembali.

"Wahh, Indahnya." Aku terpesona akan alam yang belum aku lihat sebelumnya. Air yang jernih dengan lumut dan ganggang berada di sekitar danau. Pepohonan yang menjulang tinggi dengan langit yang membiru. Teriknya mentari memancarkan cahaya indah yang menembus danau hingga terlihat jernih airnya. Aku pejamkan mataku sejenak menarik nafas perlahan menikmati suasana kala itu. Ditengah suasana itu Gerald menawarkan secangkir teh hangat untuk kami. Dia terlihat piawai sekali memasak air didalam peralatan memasak yang dia biasa bawa ketika naik gunung.

"Kau mau pakai madu atau gula?" tanya Gerald padaku. "Amh, boleh bila ada." Aku lantas menghampirinya dan membantu membawakan teh untuk Jefra juga. Kami menikmati secangkir teh hangat dengan pemandangan indah kala itu. Aku juga melihat kawanan Monyet yang sedang bergelantungan di ujung pohon teratas melompat dari satu dahan ke dahan lainnya. Tak lupa Gerald mengabadikan momen tersebut dengan kamera yang sengaja dia bawa. Perasaan hangat kala itu membuatku merasa seperti sudah lama mengenal mereka. Padahal ketika di kampus aku tidak terlalu dekat sama sekali. Namun kepedulian mereka membuat hatiku hangat kala itu. Meskipun pada dasarnya aku juga tidak terlalu banyak bicara hanya menikmati kebersamaan kami. Namun bagiku itu pengalaman yang cukup menarik selama masa hidupku.

...

Dari ujung pintu masuk danau terlihat seseorang melambaikan tangannya memanggil nama Jefra. Rupannya lelaki tersebut adalah Yudi. Kami akhirnya menepi sejenak dan Jefra menemui Yudi lalu pergi berdua. Aku masih berada di atas perahu bersama teman yang lainnya. Kulihat Diana dan Indira sedang mencatat beberapa hal yang mereka temukan selama berada di danau seharian. Gerald dan Yana akhirnya mendorong perahu kembali untuk pergi ke bagian ujung danau. Disana tak kalah indah dengan banyaknya hewan air berada di pinggir danau. Ada juga ikan-ikan kecil disana. Setelah kami selesai mendokumentasikan semua yang diperlukan, kami lantas bersantai sejenak menikmati pemandangan danau dan hembusan angin sepoi-sepoi. Dari kejauhan Jefra dan Yudi sudah kembali tapi kami berada di ujung sebrang danau sehingga dia hanya melihat-lihat dedaunan sekitar dengan membawa jaring  perangkap serangga di tangannya. Terlihat juga Meylisa bersama kak Puda yang sedang memotret burung-burung yang ada di sekitar danau.

Matahari sudah terik sekali kala itu. Perahu menepi karna kami anak perempuan harus membantu memasak makan malam nanti. Kami berjalan di pinggir danau untuk melihat-lihat perangkap yang dipasang untuk hewan air apakah sudah terisi atau belum. Lalu Yudi nyeletuk bilang kalo menurut legenda yang di tulis pada papan informasi di danau ini. Bila kalian berada di danau ini kemudian melihat ada ikan merah kecil disana. Maka ada kemungkinan orang disamping kalian adalah jodohmu. Lalu Yudi melihat ikan di pinggir danau dan menunjuk kearah aku dan Jefra. Aku tak menghiraukan ucapannya kala itu karena aku tidak baca sendiri papan informasi tersebut. Aku kembali ke vila bersama Jefra dan anak perempuan lainnya ditemani kak Puda, Yana dan Meylisa yang usai dengan kegiatan mereka. Gerald, Farel, dan Yudi tetap berada di sekitar danau.

Ketika kami hendak pulang ke vila aku cukup kaget dengan rute jalan yang berbeda ketika kami pergi ke danau. Rupanya Yana dan yang lainnya menggunakan rute yang terpendek untuk mencapai lokasi vila kala itu. Ditengah perjalanan aku dan Jefra menemukan beberapa serangga unik yang belum kami temui. Aku keluarkan kamera dari poketku dan aku dokumentasikan serangga tersebut. Perjalanan menuju vila memang tidak sejauh jalan normal. Tapi aku terkejut dengan apa yang berada di tengah perjalanan kala itu. Di sepanjang pepohonan baik diatas dan di daun bawah ada saja pacet yang berada disana. Aku sempat khawatir kala itu. Bersyukur aku menggunakan sepatu Boots dan jaket parasut agar terhindar dari pacet. Namun aku hampir saja berteriak karena ada pacet yang menempel tepat di ujung topi yang aku pakai. "Melmel ... Mel ... Diana ... Yan ... Tolong ... ini." Ujarku bergidig menunjuk pacet yang berjuntai tepat di depan mataku. Jefra dan meylisa lantas menolongku membuang Pacet tersebut dengan sebuah kayu kecil agar pacet tersebut terperangkap disana.

Setelah itu kami keluar dari jalan kecil tersebut menuju jalan agak besar menuju vila. Setibanya di depan halaman vila. Aku melihat bapak dan ibu dosen datang berkunjung. Mereka datang membawa beberapa cemilan untuk kami dan sedikit memberi kabar kurang menyenangkan pula. Rupannya kegiatan Eksplorasi kami tidak boleh lebih dari Lima hari. Paling lama 4 Hari. Karena sudah dua hari kami disini. Besok adalah hari terakhir kami bisa menjelajah daerah sekitar taman nasional dan puncak sekitarnya.

...

Usai menyiapkan masakan untuk makan malam. Aku dan teman-teman perempuan ikut berkumpul di ruang tengah yang semakin ramai dengan kedatangan beberapa alumni. Tak lama di grup Line terdapat notifikasi dari Gerald yang membagikan Foto bahwa dia dan Farel baru saja mengunjungi habitat Kantung Semar disana. Aku sempat iri karena mereka bisa pergi ketempat sana. Lalu Kemudian Kak Puda menawarkan kepadaku dan Jefra untuk pergi kesana bersama dengan timmya Meylisa. "Gua besok mau lihat juga, kalian tertarik buat ikut?" tanyanya pada kami. Tentu saja aku dan Jefra gak butuh lama buat mikir dan mengiyahkan ajakannya itu. 


BEFORE                                                                                                               NEXT BAB 10

MIRACLE HELIANTHUS: BAB 8. Eksplorasi, Malam pertama

 

 


 

 

Tanpa terasa kini aku sudah memasuki semester ke empat di jurusanku. Lalu tanpa aku sadari aku mengambil keputusan tanpa berpikir dengan alasan pengalaman. Padahal aku sendiri tidak tau apakah akan baik atau tidak mengambil keputusan ini.

Beberapa hari yang lalu ketua himpunan kami, Jefra memberikan pengumuman untuk angkatan kami jika akan mengadakan sebuah eksplorasi ke telaga berwarna dekat puncak gunung dimana lokasinya ada di dekat Taman nasional. Aku yang tergabung didalam himpunan menjadi salah satunya yang akan mengikuti kegiatan ini. Maklumlah mahasiswa jurusan kami sedikit peminatnya, jadi mau tidak mau aku akhirnya harus ikut tergabung dalam himpunan ini. Meskipun sebenarnya tidak ada paksaaan dalam mengikutinya. Namun aku masih turut serta dalam acara ini meski awalnya hanya ingin tahu saja.

Sehari sebelum persiapan keberangkatan, kami melakukan briefing terlebih dahulu. Benar saja ada beberapa alumni yang memberikan pengarahan pada kami  sebelum terjun ke lapangan. Kebetulan aku masuk dalam kelompok tim ekplorasi serangga. Aku satu tim dengan Jefra yang juga tertarik meneliti serangga. Ketika kami sedang dalam pembicaraan teknis di lapangan bersama para alumni di ruang rapat. Dibalik pintu masuk terlihat seseorang sedang mengintip kaca pintu dengan senyuman lebarnya.

"Sorry semuanya, gue telat tadi ada urusan mendadak." Ujar Gerald tersenyum membuka pintu.

Untuk sejenak perhatian kami sedikit teralihkan sampai saatnya Gerald memasuki ruangan dan bersalaman dengan para senior yang hadir. Gerald dan farel berada di tim yang sama yaitu tim ekologi air. Selain itu ada Nasir yang satu tim dengan senior diatas kami Hendra. Indira dari angkatan dibawahku yang juga turut ikut dalam ekplorasi bagian tumbuhan khususnya lumut dengan Diana satu angkatan denganku. Dan yang terakhir adalah Meylisa bersama kak Puda senior 2 tahun diatasku yang akan ekplorasi persebaran burung di sekitar taman nasional. Melihat beberapa orang yang tampak excited dengan kegiatan esok nanti membuat dadaku cukup bersemangat juga. Tanpa sadar aku sedikit tersenyum dan mulai menikmati rapat kami saat itu. Meski biasanya aku sangat tidak suka dengan namanya kumpul bareng saat rapat. Bukan tanpa alasan aku tidak menyukainya, hanya saja aku merasa sedikit bosan bila membicarakan sesuatu yang monoton. Mungkin sebenarnya hanya aku saja yang sepertinya tidak menikmati. Atau hanya aku saja yang sedikit aneh. Aku sendiri tidak tahu dan paham tentang diriku ini.

...

Kembali ke topik, kini aku dan teman-teman sedang bersiap untuk keberangkatan kami ke daerah taman nasional dimana lokasi eksplorasi akan berlangsung. Peralatan yang kami bawa cukup banyak untuk perbekalan selama satu minggu. Keberangkatan dibagi menjadi dua yaitu tim yang menggunakan mobil dan tim yang menggunakan motor.

Semua barang yang sudah dipersiapkan sudah dimasukan ke mobil. Aku beserta tiga orang teman wanita lainnya ikut di mobil yang dibawa oleh Nasir.

"Bismillah." Nasir menyalakan mesin dan kami berangkat diikuti teman yang lainnya dibelakang dengan sepeda motor.

Kira-kira dua jam untuk menempuh perjalanan menuju lokasi tempat akan diadakan eksplorasi. Di perjalanan kami dilanda macet sehingga perjalanan sedikit lebih lama dari perkiraan. Sekitar pukul 14.22 kami sampai di lokasi yang mana teman-teman yang menggunakan motor sudah stay disana. Terlihat sebuah pondok kecil seperti vila dengan beberapa motor sudah terparkir, ada yang sedang asik tiduran dan ada juga yang baru selesai belanja sayuran untuk kebutuhan nanti malam dan besok pagi. Kami turun dari mobil seraya mengeluarkan semua barang kedalam ruangan. Aku dan para anak perempuan lainnya mulai menaruh barang kami di kamar khusus perempuan yang sudah disediakan. Setelah istirahat sejenak kami sedikit mengobrol tentang perjalanan menuju lokasi.

...

Awalnya ketika aku memasuki pondok tersebut sedikit rasa takut aku rasakan. Tidak tau perasaan apa yang aku rasakan itu. Sebagian tubuhku merasa merinding dan jantungku berdebar tidak biasa. Meski demikian aku tidak terlalu takut karna banyak sekali orang disana sehingga rasa takutku kalah dengan suasana yang biasa aku lihat ketika di kelas.

Usai merapihkan kamar dan menata peralatan dapur, kami mulai memasak makanan untuk makan malam. untuk pertama kalinya aku memasak bersama teman-teman dan menikmati makan bersama pula. Dinginnya angin malam menembus poriku, aku lihat Gerald sedang menyalakan api unggun yang sejak tadi masih belum menyala terang. dia ambil kertas untuk memicu api di perapian agar bisa membakar kayu yang ada didalamnya. dia ambil pula matras yang biasa digunakan untuk tidur dan dia jadikan kipas pengganti kipas kayu yang kebetulan tidak ada disini. sekilas melihat dia menyalakan perapian membuatku sedikit tertawa dalam hati. Bagaimana tidak? Dia mengipas perapian seakan membuat atraksi di ruang tengah dengan mengibaskan matras diiringi tangannya yang memukul-mukul matras tersebut. Hingga akhirnya dia berhasil membuat perapian menyala terang dan seisi ruangan mulai hangat karenanya. 

Disisi lain ada juga Jefra yang sedang merapihkan tasnya di ruang tengah. Nasir yang baru saja kembali dari luar pondok dan beberapa anak lelaki lainnya yang sedang asyik berbincang dengan para anak perempuan. Melihat suasana tersebut membuat mataku cukup lelah dan mengantuk. Hingga akhirnya aku sedikit tertidur di kursi ruang tengah kala itu.

...

Meski pelan, aku mendengar suara temanku berkata pada Diana agar kami tidur di kamar. "Diana, ajak si Alya ke kamar sana. Kasian dia ngantuk tuh kayaknya sampai ketiduran di kursi kaya gitu." Tak lama Diana memegang pundakku dan kami menuju kamar untuk beristirahat.

Aku tak pernah tau bahwa menginap bersama teman-teman ini akan sedikit menyenangkan. Meski pada awalnya aku tak bisa tidur karena belum bisa menyesuaikan diri. Namun di pagi harinya ketika aku melihat kearah luar pondok semuanya terasa indah.

Aku kira akan cukup sulit untuk melewati malam pertama dikala menginap di telaga warna ini. Aku terus memikirkan sesuatu yang aneh seperti akan ada hal menakutkan atau sesuatu lainnya seperti di film atau cerita horror. Namun berkat kehangatan dan perhatian teman-teman semuanya. Aku bisa melewati malam dengan baik tanpa rasa ketakutan dalam diriku.

...

Hari ini aku mulai dengan mengunjungi telaga warna bersama teman-teman lainnya. Aku kira akan ada danau dengan warna pelangi di airnya. Ternyata hanya danau biasa yang berwarna hijau dengan perahu kecil yang bisa mengantar kita ke tengah. Sebenarnya bukan kali pertama aku mengunjungi danau seperti ini. Dulu aku juga pernah mengunjungi danau lainnya bersama keluargaku ketika pergi mengunjungi saudara. Namun disini terasa sangat asri, begitu asli dengan adanya kawanan para monyet yang bergelantungan dimana-mana. Aku cukup takut dan ngeri melihat mereka yang turun ke tanah dan mulai berbaur bersama kami. Aku hanya mencoba bersikap tenang seperti apa yang diinstruksikan oleh temanku yang  pernah kemari sebelumnya. Akhirnya rasa takutku sedikit hilang ketika sudah mulai terbiasa dan cukup tenang dalam beraktifitas berbaur dengan alam. Hari pertama kegiatan aku lewati dengan penuh antusias ketika teman setimku mulai mengajakku berkeliling area sekitar untuk memulai projek eksplorasi kami.

...


BEFORE                                                                                                                      NEXT BAB 9

 

MIRACLE HELIANTHUS: BAB 7. Simanis Hitamku, Dikala Bosan

 


Hari itu aku iseng melihat list drama di beranda pencarian karena bosan berdiam dirumah. Tanpa terasa sudah satu Minggu aku diam dirumah libur semester setelah ujian semester berakhir dua Minggu yang lalu. Aku bukanlah seorang yang senang melihat film drama atau sebagainya. Sebelum aku dicekoki beberapa film drama yang ditonton bareng temen-temen di kampus. Selain itu meski aku kini sedikit menyukai film drama dan film lainnya. Namun aku hanya akan melihat film yang menarik bagiku saja.

"Amhh, dilihat dari genrenya. Aku rasa ini cukup menarik." pikirku ketika scroll pilihan drama di handponeku.  Saat itulah aku mulai mendownload episode pertama dan kedua drama tersebut untuk ditonton nanti. Iseng karena gak ada kerjaan aku coba nonton episode pertama. Awalnya aku coba nonton karena karakter utamanya aktris yang cukup aku sukai. Namun kelamaan aku mulai menikmati film yang sedang  kulihat saat ini.

"Wahh, greget gilaaa. Karakter cowoknya emang gak setampan Lee min sih. Tapi aura seorang rajanya keren gila. Jadi gak sabar nonton episode selanjutnya." Mendadak aku cukup bersemangat. Lantas mendownload episode selanjutnya dikarenakan film yang aku tonton cukup menarik minatku. Sampai pada akhirnya aku mulai mendownload sampai selesai film drama yang iseng kulihat tersebut.

"Aghh, luar biasa ini film. Cukup ngena banget tentang apa yang mau mereka sampaikan." Ujarku ketika selesai menonton film tersebut. Aku termenung sejenak dan kemudian memejamkan mataku dalam posisi terbaring. "Hmmmm ... ." Kala itu aku sempat berfikir sejenak memejamkan mataku.

...

"Aku bukanlah seseorang yang gampang mengatakan kata cinta. Aku juga tidak terlalu kaku dengan suatu keadaan. Aku cukup bisa beradaptasi apabila aku mau. Yah ... sebenarnya apapun itu tergantung oleh keinginan dan niatmu. Apakah kamu akan bagaimana kini dan nantinya."

Beberapa waktu lalu aku melihat 4 drama luar negeri selama lima hari berturut-turut. Aku suka sekali dengan drama luar karena aku tidak terlalu mengenal aktor dan aktris yang berasal dari luar sana. Yah, bukan berarti aku kenal aktor dan aktris negaraku sendiri sih. Hanya saja, karena mereka lintas negara. Aku jadi tidak tau seperti apa kehidupan di negara lain bagaimana. Sedangkan di negaraku ini, kurang lebih aku sudah tau sebagian karakter dan suasananya. Jadi kemungkinan, karena aku belum tau dunia diluar sana, aku jadi sedikit tertarik untuk mengenal mengenai kehidupan mereka. Tidak taulah, semuanya tampak seperti misteri buatku. Terkadang aku sendiri bingung dengan diriku ini. Apa yang aku mau dan ingin aku raih sebenarnya. Bimbang adalah salah satu sifat manusia terutama aku. Yah, karna aku masih manusia tentunya.

Bicara soal film, dulu saat aku kecil. aku suka sekali dengan series film heart. Itu juga karena aku suka sama karakter cewek tomboi di dalamnya. Aku suka dengan cerita cinta yang membutuhkan proses. Sama seperti upaya kerja keras manusia dalam menggapai tujuan hidupnya, ya begitulah. Tidak seperti drama romance yang dari awal sudah saling jatuh cinta, melainkan kisah dimana seseorang dalam hidupnya agar berusaha dahulu yang kemudian akan menimbulkan cinta untuknya dan orang sekelilingnya. Aku rasa kisah cinta yang ada suatu konflik didalamnya diiringi perjuangan sehingga menimbulkan rasa cinta setelahnya lebih menarik. Dibandingkan kisah cinta yang sudah tumbuh namun berakhir setelahnya. Yah, semua itu tergantung seseorang yang melihatnya sih. Bisa jadi pendapatku ini salah atau benar tergantung cara pandang seseorang.

...

Setelah melihat drama beberapa waktu lalu aku mulai menjadi gila. Pasalnya, aku mulai bermimpi kembali. Berharap mereka ada di dunia nyata yang fana ini. Aku mulai menginginkan sesuatu yang mustahil kembali. Aku rasa aku jadi tidak waras saat ini. Aku mulai mencari profil pemeran lelaki dari film yang aku sukai itu. Aku search berapa usianya, nama aslinya, serta informasi film lain yang pernah dia mainkan. Aku jatuh cinta kepada karakter yang aku lihat tersebut. Beginilah akibat seorang cewek "BAPERAN "melihat aksi keren lelaki di sebuah film yang cukup bagus.

Beberapa waktu lainnya aku bahkan suka dengan penyanyi asal Amerika karena lagunya yang nyentuh banget ke hatiku. "Aghh, aku ini memang cewek baperan kali yah. Gak bisa lihat lelaki dengan aura keren dikit sampai jatuh hati segala."

Huft ... Begini nih, akibat libur kuliah kelamaan. Males gak ngapa-ngapain dan kebanyakan ngayal akibat baper nonton film.

Namun, bila aku harus berkata. Aku sangat senang dengan film yang aku lihat beberapa waktu lalu. Meski tak nyata, aku mengenal seseorang yang memiliki karakter seperti itu. Dia terlihat kasar dari luar namun ternyata dia seorang lelaki yang cukup baik. Dia seseorang yang aku kenal dengan singkatnya. Mampir dalam beberapa waktu semasa hidupku. Mengajarkan aku sedikit arti kehidupan. Dia yang hampir mencuri seluruh perhatianku saat menatap dirinya.

Mengenangnya sedikit sakit tapi menyenangkan. Aku sudah tidak pernah bertemu dengannya lagi sejak kelulusan kami. Namun aku selalu berdoa untuk temanku itu. Semoga harinya selalu menyenangkan.

...

Arghh, bagaimana ini. Saking bosannya aku tak bisa berpaling dari si hitam manisku ini. Siapa lagi bila bukan laptop berwarna hitam yang selalu menemaniku setiap saat. Teman sekaligus Kekasih yang gak akan pernah meninggalkan diriku. Dia bisa lakukan apa saja yang aku mau. Dia selalu menghiburku setiap saat. Khususnya dikala aku sedang gundah gulana seperti ini. Bila boleh dikata, dia seperti dewa penghilang rasa bosanku. Hingga akhirnya aku sadari, bahwa tak ada lagi yang aku inginkan dan terpaku padanya ketika bersamanya. Namun ketika aku buka mataku kembali melihat dunia luar dibalik pintu kamarku. Aku mulai tersadar, bahwa semua keindahan yang diperlihatkan oleh si manis hitamku itu hanyalah khayalan yang ingin aku lihat saja. Meski begitu, aku bersyukur kepada Tuhan. Meski khayalan, dia tetap berharga bagiku. Menemani diriku dari rasa bosan dan sepiku. Hingga tiba waktuku bergelut kembali dengan dunia nyata yang cukup kejam dan menantang dibumbui manis dan keindahan dunia yang tak akan aku ketahui kemana langkah akhirku akan tertuju.

...

Sudah hampir dua Minggu berlalu aku berada dirumah saja menatapi layar film yang diperlihatkan oleh laptop kesayanganku itu. Aku beranjak keluar rumah untuk kali pertama dengan suasana hati yang tak menentu dikarenakan libur yang terlalu lama. Kutatap langit yang cerah dengan sepoi-sepoi angin menerpa kulit wajahku. Tanpa kusadari, raut wajahku berubah menjadi nyaman seiring melihat keindahan dan ketenangan yang ada di sekelilingku. Pepohonan hijau dan hamparan daun padi melambai diterpa angin. Aku berjalan ke tempat tujuan dengan tas hitam dipunggungku. Kira-kira 20 menit untuk sampai disana. Aku berjalan dengan headset yang terpasang di telinga. Dimulailah perjalanan dengan beberapa alunan lagu mengiringi langkahku. Aku bersenandung melangkahkan kakiku menikmati perjalanan pertama diluar rumah untuk membunuh rasa bosan yang selama ini kurasakan.

Aku masih terus melangkah menuju jalan yang tak tau akan seperti apa di depan sana. Baik itu senyum, sedih, haru dan beberapa asa yang akan menghampiriku.

 

BEFORE                                                                                                                  NEXT BAB 8

 

MIRACLE HELIANTHUS: BAB 6. Teman Lama

 

 


Saat aku turuni tangga eskalator di mall. Aku tak sengaja menoleh kearah stage musik yang sedang ramai pengunjung di bawah. "Hmm, rasa-rasanya aku pernah dengar lagu yang sedang berdendang ini?"ungkapku seraya mengingat apakah aku tau lagu apa itu.

Rupanya ada festival musik di lantai bawah mall yang menghadirkan beberapa music dari anak band yang ada di kota kami. Aku melirik kebawah terlihat band yang sedang tampil di stage sana. Ternyata band yang sedang tampil itu adalah salah satu band yang terkenal di sekolahku dulu.

"Ahh mereka kah? Tidak aku sangka bisa melihat mereka tampil disini." ujarku melihat sejenak penampilan musik band teman satu angkatanku dulu. Hingga akhirnya aku selesai dengan apa yang ingin aku lihat kemudian aku pergi memalingkan diri meninggalkan mall untuk bergegas pulang. Sesaat setelah melihat band tersebut aku mulai mengingat masa SMA dulu.

...

Memory SMA

kira-kira saat itu aku kelas 2 SMA. sekolahku adalah sekolah menengah atas negeri biasa. Namun tiba-tiba menjadi tidak biasa karena kedatangan murid pindahan dari Jakarta. Namanya adalah Trisna Abimana, katanya sih dia anak orang kaya di kotaku tinggal. Bahkan rumahnya sebesar istana yang dapat semua orang lihat di pinggir jalan sebelum berangkat ke sekolah.

Siswa pindahan itu ada di kelas IPA tiga berbeda kelas denganku. Rupa-rupanya dia merupakan saudara dari anak kelas satu yang cukup populer di sekolahku. "Hmm, kalo tak salah namanya juga ada Abimananya. Yah, namanya adalah Restu Abimana. Lalu kalo tak salah dengar anak IPS yang namanya Rendra juga merupakan kerabat Restu, jadi otomatis mereka bertiga satu keluarga." Begitulah ingatanku sekilas tentang mereka yang baru saja aku lihat.

Sama seperti yang aku lihat di mall tadi mereka bertiga tergabung dalam band Sudah dari sejak SMA dulu. Yah, sudah seperti sinetron saja kisahku ini. Siapa yang menyangka di sekolahku akan ada anak pindahan dari sekolah lain. Hingga sempat membuat heboh teman-teman wanita seangkatanku. Jujur saja, awalnya aku tidak terlalu memperhatikan mereka. Sampai saatnya sekolah kami mengadakan pensi dan mereka tampil memeriahkan acara tersebut.

"Juwita kaulah gadisku, sungguh aku ini cinta padamu ... ."

"Tetapi ... sayangnya, kau ...  sudah ada yang punya ... ."

Bila tidak salah seperti itulah salah satu syair yang band mereka nyanyikan kala itu.

Saat itu kebetulan aku belum pulang sekolah setelah giliran acara pensi kelasku selesai. Biasanya sih udah cabut lagi, namun karena aku salah satu panitia kelas. Aku membantu yang lainnya membereskan perlengkapan pentas kelas kami sampai selesai. Kebetulan ditengah selingan penampilan acara. Band keluarga Abimana menyumbangkan lagu dengan Trisna sebagai vocalisnya.

"Wahh ...  ." Aku hanya bisa terkagum dengan alunan musik dan suara vocalis mereka. Mungkin karena terlalu sering berada di kelas dan perpus, aku baru kali ini melihat wujud mereka berempat personel Nicegray sekolah.

"OMG ... Aku kira hanya orang-orang Jakarta aja yang punya wajah tampan. Ternyata di sekolahku ada juga lelaki tampan yang gak kalah dari bintang film di televisi," ujarku dulu norak melihat band dari dekat untuk pertama kalinya. Lantas aku mulai terbuai alunan musik yang mereka mainkan. Tapi bila dipikir-pikir kembali wajar sih banyak teman kelasku yang ngefans. Mereka semua terlihat tampan dari dekat, mungkin karena mereka perawatan untuk bisa setampan itu kali ya, Maybe?" Tapi bukan tampannya sih yang buat aku terkagum. Ternyata mereka memang jago mainin alat musiknya. "Heol, bikin iri saja," begitulah imbuhku dalam benakku ketika melihat bakat dan semua yang mereka miliki.

...

Fix, setelah menonton permainan profesional anak band sekolah. Aku jadi terpicu semangat buat belajar alat musik lagi. Aku ambil gitarku dipojokan dan kumainkanlah alat itu di malam harinya.

"Jenjreng ... ."

"Aaaaaaa ... ."

Baru saja lima menit aku memainkannya ibuku sudah datang ke kamarku dan memarahiku. "Alya berisik! Udah malam tau. Mending enak didenger, yang ada malah bikin sakit kepala aja. Gak tau apa ibu lagi sakit gigi," ujarnya menegurku dan langsung kembali menonton tv kembali.

"Ahh, mungkin aku terlalu bersemangat karena kejadian tadi siang."  Aku taruh gitarku kembali di pojokan dan kembali rebahan hingga tertidur sampai pagi.

...

Esok paginya aku berangkat sekolah seperti biasanya. Diwaktu istirahat aku melihat keluarga Abimana sedang berkumpul bersama di kantin sekolah. Sontak banyak siswa lainnya yang melihat kearah mereka, namun gak selebay di sinetron sih. Amh ... cuma lihatin aja, gak sampai muji-muji apa gimana. Yah karena mereka juga bukan artis, jadi palingan cuma para anak kelas satu aja yang agak lebay dikit. Wajarlah namanya juga masih anak kelas satu SMA.

Seperti biasa aku berada di perpustakaan untuk membantu penjaga perpus memberikan pelayanan peminjaman buku. Karena lokasi perpus dan kantin yang dekat inilah aku tau kegiatan orang-orang yang mondar-mandir di sekitarnya.

Kira-kira 3 bulan setelah pensi diadakan aku mendengar kabar tak menyenangkan. Banyak siswa yang bergunjing tentang siswa baru dari IPA tiga itu. Tapi karena hanya sekedar rumor aku mengabaikannya. Hingga 2 bulan kemudian aku mendengar bahwa Trisna si anak baru itu berpacaran dengan anak kelas satu yang orang-orang bilang sih paling cantik di sekolah.

Tak lama setelah kabar pacaran dua orang tersebut. Aku tak sengaja melihat keduanya berjalan bersama memasuki gerbang sekolah. Si cewe anak kelas satu itu turun dari mobil Trisna dan mereka jalan mengarah padaku. Setelah berpapasan dengannya, aku seperti mengenal anak kelas satu tersebut. Akh, rupanya dia anak dari sebrang gang rumahku. Kalo dia sih aku sudah pernah lihat, dia kan ... wanita cantik itu. Cewek yang pernah satu angkutan umum denganku. Yah, dia memang cantik sih. Pantas saja si anak baru itu mau pacaran dengannya. Setelah selesai dari tukang fotocopy di luar gerbang aku kembali ke kelas untuk membagikan kertas hasil kopian kepada teman yang lainnya. Pelajaran dimulai setelah bel berbunyi tiga kali.

...

Kenangan sekolahku di SMA tak terlalu baik. Aku bahkan tak terlalu senang mengenang teman-teman seangkatanku. Namun setelah bertemu dengannya di mall tadi. Aku jadi mengingat kembali teman-teman SMAku yang dulu.

Lagian kenapa aku harus ketemu dengan mereka bertiga sih. Hmm ... yah namanya juga masih di kota yang sama tentu saja ada kemungkinan bertemu. Tapi kenapa harus mereka, bukan orang lain yang aku harapkan bertemu. Sudahlah, bagiku keluarga Abimana ini seperti cerita dalam sinetron saja. Sekelompok orang yang populer di sekolah, anak orang kaya, ke sekolah pakai mobil dan gerombolan Lelaki tampan serta anak band.

Btw, meski begitu aku cukup bersyukur sih bisa ketemu mereka tadi. Meski bukan salah satu fans dari Nicegray, ada salah satu personil yang aku sukai disana. Bukan karena dia tampan juga sih, tapi karena dia seorang drummer. Aku dari dulu sangat suka sekali sama orang yang mahir main bass sama drum. Nah saat sekolah dulu, kebetulan aku melihat dia bermain drum dengan mahirnya. Hingga jantungku berdegup kagum, ditambah dia terlihat sangat cool saat bermain drum. Hal itu bisa terlihat dari keringat yang bercucuran dari wajahnya, leher yang terpampang melalui kaus oblong yang dia pakai. "Ahhhhh, gawat ... aku jadi teringat dia kembali. Drummer Nicegray Restu cowok populer sekolah dengan tampannya yang maksimal."

Tapi meski begitu, walau dia memiliki ketampanan seperti artis pun. Bagiku dia tak lebih menarik seperti lelaki yang selalu ada di hatiku sampai saat ini. Namun meski begitu, terima kasih kepada Tuhan aku ucapkan karena telah menciptakan berbagai macam mahkluk indah di dunia ini.

Di masa SMA ada keluarga Abimana yang sedikit memberikan kenangan dalam memoriku tentang musik. Sedangkan di kampusku lebih banyak lagi yang lihai memainkan alat musik dan band dengan berbagai aliran musik yang bisa aku nikmati. Apalagi fakultas sebelah, gedung sebelah fakultas MIPA adalah fakultas sastra. Tak ayal setiap beberapa bulan sekali mereka selalu mengadakan pensi di halaman gedung mereka. Aku adalah salah satu mahasiswa yang tak pernah absen melihat penampilan para seniman sastra itu. Begitu banyak hal menarik di kampus hingga aku sedikit melupakan rasa bosanku. Selain itu, Gerald teman sekelasku juga rupanya mahir dalam memainkan gitarnya. Meski aku tak tau dia anak band atau bukan. Aku hanya pernah melihat dia gonjrang ganjreng memegang gitar. Yah, ntahlah itu adalah hobinya saja atau memang anak band beneran bukan urusanku sih. Lagipula banyak hal lain di kampus yang mesti aku lakukan dan pikirkan. Hingga saat ini pun kehidupan kampus masih aku jalani di semester tiga ini. Btw, Minggu depan udah UTS. Aku harus mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Dan malam ini pun aku masih bergelut dengan buku-buku di meja belajarku. Aku membuka buku-buku di lemari untuk mempersiapkan beberapa materi yang akan aku pelajari untuk persiapan UTS. Aku membuka halaman demi halaman membaca buku yang sedang aku pegang. Hingga akhirnya aku mulai merasa mengantuk dan tertidur di meja tempatku membaca buku.


BEFORE                                                                                                                       NEXT BAB 7

 

MIRACLE HELIANTHUS: BAB 5. Sepenggal mimpi dari kenangan seorang anak

 


 

Aku berjalan menuju gang rumah. Dikala melihat beberapa anak kecil sedang berlarian menggunakan seragam sekolah dasar. Mereka berlarian dengan berteriak mengenai keinginan mereka masing-masing. "Jangan lari kau penjahat, tunggu kau." "Ayo lari, polisi datang." "Bukan polisi, tapi superhero tau." Kenangan masa kecil itu terbayang kembali dibenakku.

...

"Ada banyak pengertian mimpi. Salah satunya adalah angan-angan. Ada pula yang mengartikan mimpi itu adalah bunga tidur. Bagiku sendiri, mimpi itu adalah Banyak hal. Tergantung dari kau menginginkanya apa."

...

Setiap manusia diwaktu kecil pasti memiliki cita-cita atau mimpi yang ingin dia capai ketika dewasa nanti. Begitu pula dengan diriku. Meski saat itu aku sendiri juga tak yakin dengan apa yang aku ucapkan mengenai cita- citaku disaat besar nanti. Dulu disaat aku kecil, ada yang bertanya padaku. "Sudah besar mau jadi apa nak?" tentu saja aku menjawab secara spontan tanpa tau bagaimana caranya menggapai mimpi itu.

Aku ingin jadi insinyur pertanian seperti ayah. Itulah yang aku ucapkan saat aku kecil dulu. Sangat mudah untuk diucapkan meski tak tau arti dari sebuah pertanyaan tersebut. Dua hari setelah aku menjawab pertanyaan seorang bapak-bapak tetangga rumahku. Aku melihat sebuah koran tergeletak di meja. Aku iseng melihat koran yang tergeletak dimeja itu. Aku melihat isinya dan aku baca. Lalu aku terkejut melihat isi dari berita di koran yang menyebutkan artis cilik paforitku juga memiliki cita-cita yang sama denganku. "Wahh hebat." Betapa bahagianya aku saat itu. Memiliki keinginan yang sama dengan seseorang yang aku kagumi. Tak ada rasa bahagia yang lain bagi anak sekolah dasar membaca berita tersebut.

Dikala sekolah dasar dulu, aku sekolah di SD Negeri yang tak jauh dari rumahku. Rute menuju sekolah bisa ditempuh menggunakan kendaraan umum dan juga dengan berjalan kaki. Aku berangkat sekolah dengan adikku yang kebetulan satu angkatan denganku. Meski jarak kelahiran kami berbeda tapi dia sudah bisa berada diangkatan yang sama denganku. Meskipun tak semahir diriku yang lebih dahulu mengenal pensil untuk menulis. Adikku harus sering berlatih terus agar dapat bertahan di kelas yang sama denganku. Oleh karena itu ibuku mengajarkan adikku pelajaran tambahan dirumah agar dia tak ketinggalan jauh denganku yang sudah bisa membaca dan menulis. Berbeda denganku, adikku selalu bersama ibuku. Yah, mungkin karna aku seorang kakak jadi jarang sekali berada di dekat ibu dan lebih sering bermain bersama teman seumuranku. Mungkin juga karena aku sudah bisa melakukan apapun seorang diri. Jadi ibuku tak terlalu memperhatikan aku. Meski begitu aku termaksud anak yang cukup mandiri kala itu.

RUMAH

Acara televisi di hari minggu.

"Ultramen gaya ... ."

"sailor moon ... ."

"Doraemon dan lainya."

Yeahh, keren-keren sekali ketika aku melihat acara televisi tersebut. Pahlawan memang sangat keren dimata anak-anak. Selalu membela yang lemah dan membantu sesama. Itulah yang aku pikirkan saat itu. Dulu aku sangat terobsesi dengan segala sesuatu yang berbau heroik. Aku bahkan mencoba menolong teman-teman yang tertindas di kelas oleh kakak kelas. Bila dipikir lagi, "Ahh betapa bodoh dan naifnya aku dulu." Aku hanyalah seorang anak yang naif kala itu. Menolong orang tanpa tau situasi dan kondisi. Aku sangat ingin menjadi seperti superhero di televisi. Kenangan masa kecilku penuh dengan segala sesuatu yang kekanak-kanakan. Normal sih, namun bila aku ingat lagi sekarang. "Wahh, aku tak tau harus berkata apa."

Memory SD Ekskul Pramuka

Hari sabtu adalah hari sekolah kami untuk khusus ekskul pramuka. Kelas untuk anak pramuka ada di ruang kelas 6 yang paling ujung dari semua kelas. Dikarenakan sekolah kami kekurangan kelas. Ada kalanya beberapa dari kami tidak kebagian tempat duduk karena minimnya kursi dan banyaknya anggota pramuka. Siapa cepat datang pagi dialah yang mendapatkan kursi untuk duduk, begitulah aturan kala itu. Karna aku dan adikku selalu datang pagi. Maka aku selalu mendapat kursi pada hari sabtu. Saat itu aku menyimpan tasku di kursi nomer satu di kelas. Lalu aku keluar sebentar untuk keluar. Sesaat aku kembali keruangan, tasku sudah ada di bangku nomer 2. Adikku yang ada dikelas saat itu memberi tahu kronologis kejadian kenapa demikian. Ternyata yang memindahkan tasku adalah para seniorku di kelas 6. Namun untuk beberapa anak yang orang tuanya terpandang dan banyak duit masih bisa mendapatkan bangku nomor satu tanpa di pindahkan ke kursi lainnya. Meski aku tidak tau kenapa demikian kala itu. Hanya saja saat itu aku mulai tersadar, bahwa tak ada keadilan di dunia nyata. Aku hanya menahan rasa sakit di dadaku ini. Aku mencoba untuk tidak menangis. Tak hanya itu, banyak dari teman-temanku yang tidak kebagian tempat duduk saat itu. Aku memutuskan membagi tempat duduk kami pada teman kami yang terlambat datang. Melihatnya tersenyum membuatku sedikit bahagia. Mungkin masih ada yang bisa aku lakukan, begitu pikirku waktu itu. Jadi setiap pagi di hari sabtu aku bersiap duduk di bangku no 2 bersama adikku untuk mengamankan tempat duduk kami. Kami juga menempati bangku kedua yang lainnya agar teman satu kelas kami yang terlambat bisa mendapatkan tempat duduk. Begitu dan begitulah kegiatanku di hari sabtu.

Bicara soal ekskul Pramuka tak ayal hubungannya dengan kamping atau persami. Sebelum kenaikan kelas sekolah kami akan mengadakan persami di sekolah. Kami tak pernah ikut dan tak pernah mendapatkan izin dari orang tuaku setiap ada kegiatan di sekolah. Tapi karna kami sekarang sudah kelas 5 SD aku dan adikku akhirnya mendapat izin untuk mengikuti acara persami pertama kami kala itu. Untuk berjaga-jaga aku membawa termos dari rumah bila sesuatu yang tak diinginkan kemungkinan terjadi. Hal itu aku lakukan karena kami tak kebagian kelompok karena mendadak mendapat izin orangtua. Jadinya kami tak memiliki teman yang membawa kompor di kelompokku atau lebih tepatnya aku hanya berdua saja dengan adikku. Aku tak terlalu ingat kejadian itu, namun aku berusaha menikmati setiap waktuku, itulah yang kuingat.

Mendapatkan izin untuk menginap di sekolah untuk acara Pramuka pertama kami bagaikan mendapat Jackpot. Aku dan adikku sedikit antusias kala itu. Kami mempersiapkan segalanya untuk keperluan kami berdua. Setibanya dilokasi yaitu sekolah. Kami datang terlambat dan ruangan sudah penuh dengan orang-orang yang menggelar tikar. Kami berdua tidak melihat satu pun teman kami yang ikut persami saat itu. Rupanya teman-teman yang dekat denganku dikelas tak mengikuti persami hari itu. Meskipun ada beberapa teman sekelas lainnya, namun kami tak begitu dekat. Hingga mereka sedikit tidak menghiraukan kami dengan kesibukan mereka sendiri mempersiapkan perlengkapan untuk malam nanti. Kami pun tak mendapatkan tempat untuk tidur. Bahkan para guru tidak sadar bahwa kami tidak memiliki kelompok untuk membawa tikar. Para guru hanya sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Aku melihat sekeliling hanya sibuk dengan diri mereka sendiri. Aku sadar, terlambat adalah kesalahan kami sehingga mereka tak sadar kehadiran kami. Namun aku tak berkecil hati karena hari itu adalah hari yang aku dan adikku tunggu. Kulihat ada tempat kosong di tengah ruangan yang bisa kami pakai untuk tidur. Aku tutupi area kosong itu memakai kertas koran untuk menyimpan barang bawaan kami. Saat malam kami tambahkan sejadah untuk ibadah agar tidak kedinginan. Persami pertama yang aku impikan tak sesuai dengan keinginanku. Rasanya sedih sekali kala itu. Hanya kami berdua yang tidur beralaskan sejadah. Kami juga makan mie dari termos yang kami bawa. Tanpa dimasak menggunakan kompor. Tapi meski begitu, aku tidak terlalu bersedih. Aku anggap semua itu menjadi pelajaran berharga untukku. Agar saat persami atau kamping nanti aku lebih mempersiapkan diri lagi.

Malam pawai obor akhirnya tiba, meski sempat kecewa sebelumnya. Akhirnya ada sesuatu yang menarik di persami pertamaku ini. "Malam pawai obor." kami semua bangun di malam hari kala itu. Kami semua menyalakan obor yang kami bawa dari rumah. Kami melakukan pawai obor berjalan menyusuri perkampungan dekat sekolah. Kala itu adalah pertama kalinya aku berjalan di luar rumah pada malam hari bersama teman-teman Pramuka. Bintang malam kala itu sangat indah. Bulan juga bersinar dengan indahnya. Aku mengucap syukur kepada Tuhan. Di persami pertamaku ini, banyak pelajaran yang bisa aku petik.

Hari Pembagian Raport Kelas 5

Hari ini hari pembagian rapot untuk semua siswa dari kelas 1-6 SD. Seperti biasa yang mengambil raportku dan adikku adalah ibuku. Karna ayah selalu sibuk dengan pekerjaannya. Meski demikian ayah selalu menanyakan hasil nilai belajar kami. Bila nilai rapot kami bagus dia berkata itu baru anakku. Apabila nilai rapot kami jelek dia bilang bukan anakku. Bisa dibayangkan bukan perasaan anak kecil yang harus mendengar perkataan seperti itu dari orang dewasa.

Ayahku, perkataanya bagai perintah. Kami bagai robot yang hanya harus mengatakan iya dan siap. Kami bahkan tak pernah bilang tidak bisa atau tidak mau. Kami selalu berusaha agar kami bisa melalui waktu ke waktu dan itu akan selalu ada di depan kami menghantui seumur hidup. Begitu dan selalu begitu sampai aku memasuki sekolah selanjutnya pun masih saja tak ada yang berubah.

Meski demikian aku harus bertahan karna aku anak pertama demi keluargaku. Kuharap aku memiliki waktu lebih. Setidaknya sampai aku bisa membuat ibuku bahagia. Meski aku tak tau kapan hal itu akan bisa aku lakukan. Namun semangat dan harapan itu akan selalu aku simpan. Meski tak berharap banyak, tapi harapan adalah secercah cahaya yang akan menerangi jalanku.

Begitulah, sepenggal kisah ketika aku sekolah dasar dulu. Ada kalanya aku mengingat kenangan dahulu. Beberapa rasa yang tak bisa aku ungkapkan. Baik dulu ataupun sekarang bahkan nanti. Aku masih terus berjuang meniti jalan. Menuju tujuan yang orang-orang bilang goal hidup bagi seseorang. Akan ada keajaiban atau tidak pada kehidupan biasa diriku ini. Aku akan coba untuk melaluinya dan mencoba menikmati hariku saat ini.

 

BEFORE                                                                                                                           NEXT BAB 6

 

Entri yang Diunggulkan

Lirik lagu FREE OST KPOP DEMON Hunter's

  FREE LIRIK LAGU   I tried to hide but something brokel  I tried to sing, couldn't hit the notes The words kept catching in my throat I...