MIRACLE HELIANTHUS: BAB 10. Pendakian Nepenthes
Pagi buta sekali aku bangun untuk mandi karena kamar mandi yang ada hanya satu. Gelapnya ruang tengah membuatku harus hati - hati dalam melangkah karena sebagian para cowok-cowok dan senior memenuhi ruangan untuk tidur disana. Aku berjalan perlahan membuka pintu kamar mandi dan aku tutup dengan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Aku gantungkan handuk dan baju gantiku setelahnya. kemudian aku masukan tangan perlahan ke bak air terlihat bening jernih itu. Baru saja ujung jariku yang memasuki permukaan air sudah aku tarik kembali karena sangat dinginnya air tersebut. Aku yang biasanya mandi paling lama dirumah ketika disana tak sampai 10 menit sudah kelar.
Waktu
masih menunjukan pukul 04.30 dan orang - orang masih tertidur. Aku
perlahan kembali ke kamar dan mengambil selimut untuk menutupi tubuhku.
Dikarenakan udara yang dingin aku kembali rebahan sambil memainkan
hanponeku. Tak lama berselang Adzan berkumandang dan satu persatu
temanku bangun. Ada yang pergi mandi, ada yang menunaikan ibadah, ada
juga yang pergi ke dapur untuk sekedar membuat kopi dan teh dikarenakan
dinginnya suhu kala itu.
Fajar
mulai menyingsing aktifitas pagi kami dipenuhi dengan orang-rang yang
masih tertidur pulas dengan selimut yang menutupi seluruh badan di ruang
tengah. Ada sebagian orang yang memulai paginya dengan sarapan pagi.
Ada pula yang sedang ngobrol sambil ngopi-ngopi di beranda. Aku sendiri
menikmati secangkir teh di pagi hari dengan sepotong roti di kamar
perempuan. Aku bolak balikan buku panduan identifikasi serangga setelah
mendapatkan beberapa tips dari dosen semalam. Diluar sana terdengar Pak
Asep sedang bersenandung ria bersama anak-anak lelaki di beranda. Canda
gurau mereka sampai terdengar di kamar tempatku sedang bersantai.
Selesai dengan semua aktifitasku di kamar, aku keluar sejenak untuk
menghirup udara segar di pagi hari. Kulihat orang-orang yang diberanda
sudah tidak ada. Diana bilang mereka pergi ke danau bersama Pak Asep dan
Dosen lainnya untuk melihat-lihat hasil kerja mahasiswa dan menikmati
pemandangan telaga warna.
...
Ketika
aku sedang terduduk asik di kursi beranda depan. Jefra datang
menghampiriku untuk berjalan-jalan ke area kebun teh yang belum kita
kunjungi kemarin. "Ahh, oke bentar aku ambil sepatu dulu," ujarku
setelah mendapat ajakan darinya. Aku memakai sepatu dan perlengkapan
seadannya untuk melihat-lihat kebun teh yang tak jauh dari vila tempat
kami menginap. Setibanya disana, Aku cukup takjub dengan apa yang aku
lihat. Rupanya banyak serangga yang menghuni pohon teh. Ada juga lebah
yang mengitari pohon teh yang sempat terjaring oleh penangkap serangga
kami. Setelah memfoto serangga tersebut, kami melepaskannya kembali. Aku
mendapatkan banyak foto disana, tapi kebanyakan foto tanaman yang baru
aku lihat.
Selesai
berkeliling kebun teh kami kembali ke vila. Yana yang menyaksikan kami
berdua baru saja kembali dari kebun teh tiba-tiba tersenyum gak jelas
dan menggoda kami berdua. "Ciye, Pagi-pagi udah jalan aja berdua,"
ujarnya yang masih sarungan terduduk dengan senyum aneh ditangannya
memegangi secangkir kopi. "Iya dong, Pagi-pagi olahraga keliling kebun
nih. Lumayan dapet banyak sampel foto tadi." Jefra lantas membalas
ucapan Yana dengan santainya. Tentu saja, Jefra tidak akan salting
menerima ujaran seperti itu. Lagipula Yana memang seperti itu orangnya
jadi kami berdua juga sudah tidak aneh lagi. Btw, Ceweknya Jefra itu
lumayan cantik dan sekolah di keperawatan ternama rumornya. Aku tau dari
raya yang pernah bilang sama teman-teman di kelas beberapa waktu lalu.
Jadi mana mungkin dia melirik wanita lain dan aku juga menganggap dia
hanya teman biasa. Apalagi Jefra ini terlihat seperti cowok alim dari
pesantren gitu yang jauh sekali dari kriteria cowok idamanku.
Ditengah
obrolan kami rupannya para dosen sudah kembali dari danau dengan
beberapa mahasiswa lainnya. Usai diskusi sejenak sembari menikmati
camilan pagi. Para dosen akhirnya berpamitan pulang.
...
Tanpa
terasa suasana vila jadi terasa sepi dikarenakan semua orang sedang
pergi menyelesaikan tugas di hari terakhir kami. Dikarenakan besok siang
kami sudah harus menginggalkan tempat ini. Aku lihat Gerald dan Farel
juga sudah tidak ada di kamar. Padahal sebelum aku dan Jefra pergi ke
kebun dia masih selimutan dengan farel. Sekarang kamar lelaki sudah
kosong dengan pintu yang terbuka lebar. Mungkin dia ada di danau bersama
tim Diana yang lainnya yang sedang meneliti ekosistem air danau.
Waktu
sudah semakin siang, pukul 10.30 Aku dan Jefra bersiap-siap untuk
melakukan pendakian bersama Meylisa dan Kak Puad. Yana dan Sobar tinggal
di vila untuk berjaga karena semua orang sedang di luar. Kami berangkat
dengan menyusuri bukit di samping vila. Tidak aku sangka perjalanan
mendaki ke atas bukit itu sangat melelahkan. Ditengah perjalanan Jefra
tersengat lebah. Aku lihat ujung telunjuknya sudah mulai merah karena
lebah itu. Syukurlah aku membawa minyak tawon andalanku ketika bengkak
atau terdapat gigitan serangga lainnya. Btw, ketika Jefra mengusapkan
minyak itu ke tangannya aku jadi sedikit merasa bersalah. Aku dengar
Gerald juga sempat tersengat tawon juga ketika kemarin mendaki bukit
untuk melihat kantung semar. P3K yang dia bawa tidak ada obat untuk
sengatan tawon. Jadi dia pakai pisau panas untuk membuat bekas gigitan
tawon itu agar tidak menyebar racunnya. Aku tidak tau pasti bagaimana
kronologi dia meyembuhkan luka dikakinya. Hanya saja aku tidak tau bila
minyak tawon yang aku bawa semujarab itu. Andai aku bisa memberikannya
pada gerald pasti sudah aku beri bila tau minyak tawon semujarab itu.
Oleh karena itu aku membulatkan tekadku bila nanti pulang ke Vila dan
ada yang tesengat tawon lagi akan aku rekomendasikan minyak ini. Meski
aku gak berharap ada yang tersengat tawon lagi sih.
Perjalanan
mendaki bukit menuju habitat kantung semar cukup jauh dan penuh dengan
tanjakan diatas sana. Bahkan dengan bantuan tongkat yang kami bawa
sebagai tumpuan masih cukup lelah. Tidak terasa kami sudah mencapai
daerah yang cukup tinggi. Aku lihat sekelilingku penuh dengan pohon
besar dan hijau mengelilingi kami. Melihat kearah bawah terlihat curam
sekali sampai aku tak sanggup melihatnya untuk kedua kalinya. Tanpa kami
sangka diperjalanan menuju habitat kantung semar bertemu dengan Farel
dan Geral yang juga sedang mendaki. Rupanya mereka tidak berada di danau
melainnkan menuju ke tempat Kantung Semar sejak tadi pagi. Gerald
dengan bangganya menunjukan Foto-foto kantung semar yang ditemuinya
ketika mendaki. Dia dan farel sedang dalam perjalanan turun setelah
selesai dengan pendakiannya. Kini mereka sedang istirahat sejenak
setelah turun dari daerah habitat kantung semar (Nephentes). Aku
melihat Lulutnya yang cukup bengkak kala itu, lantas aku tawarkan minyak
tawon yang aku bawa. Jefra lantas memberitahu betapa mujarabnya minyak
tersebut. Gerald lantas mengoleskan minyak tersebut ke kakinya. Usai
merapihkan tasnya Gerald dan Farel memutuskan untuk lebih dulu turun
bukit. Kami berpisah dipertengahan perjalanan dan melanjutkan perjalanan
menuju habitat kantung semar tersebut. Sudah hampir satu jam kami
mendaki dan waktu sudah semakin siang. Diperjalanan kami bertemu dengan
tim Nasir yang juga hendak menuju habitat kantung semar tersebut.
Rupanya tempat yang biasanya hidup kantung semar beberapa waktu lalu
sudah tak ada lagi. Kami yang baru datang itu sempat kecewa dengan
kenyataan itu. Awalnya kami berniat menuju habitat kantung semar di
daerah lainnya namun karena jaraknya cukup jauh dan waktu sudah
menunjukan hampir sore pukul 14.30 akhirnya kami menyerah dan pulang
untuk turun bukit.
Aku
terkejut untuk beberapa saat ketika dada kak Puda dihinggapi Pacet
diatasnya. Lantas dia mencoba melepaskan Pacet tersebut perlahan. Namun
karna dia sudah melekat di kaos tipis tersebut akhirnya dia biarkan
sampai Pacet itu lepas sendiri. Agak ngeri melihat pemandangan itu. Aku
mulai berhati-hati dan memeriksa semua pakaianku apakah ada pacet juga
yang menempel. Bersyukur aku memakai pakaian tertutup tebal dengan jas
hujan agar pacet didak menempel karna licin. Aku sangat senang sekali
sempat meminjam sepatu Boots ayahku yang samgat membatu dalam pendakian
ini.
...
Kami
pulang dengan menuruni jalan setapak yang struktur tanahnya lumayan
licin sehingga untuk turun perlu ekstra hati-hati. Ditengah Perjalanan
aku dan Jefra menemukan beberapa serangga yang unik yang belum pernah
kami temukan sebelumnya. Ada berbagai macam burung juga yang
mengeluarkan suara yang merdu. Tanpa terasa setelah bejalan cukup
lama kami melihat jalan yang cukup besar yang bisa dengan mudah
dilewati untuk berjalan. Terlihat dari kejauhan terdapat danau yang
sudah beberapa kita kunjungi sebelumnya. Yap, itu adalah danau telaga
warna yang bisa kami lihat dari atas. Semakin dekat dengan danau rupanya
teman-teman yang sudah turn lebih dulu sedang terduduk di seitar
pinggiran danau. Setibanya di pinggiran danau kita semua beristirahat
sejenak. Rupanya Gerald dan lainnya sedang melihat hasil dari alat
pengukur kualitas air disana bersama tim ekologi air dan tanaman lumut.
Waktu sudah semakin sore, kami semua meninggalkan area danau dengan
membawa semua peralatan yang digunakan untuk mengamati dalam pekerjaan
kami. Ketika menuju gerbang tempat masuknya area danau. Aku melihat
papan informasi yang Yudi pernah bilang padaku kemarin. "Oh, Ini yang
teman-teman bilang tentang Ikan itu," ujarku ketika membaca tulisan dan
papan informasi tersebut. Setelah membaca hal tersebut aku sempat
mengingat ikan yang aku lihat ketika menaiki perahu kemarin. Namun
disampingku ada beberapa pria disana, salah satunya ada Gerald
disampingku. "Heol, betapa konyolnya aku." ujarku kala mengingat hal itu
dan menggelengkan kepalaku. Aku berjalan menghampiri yang lainnya yang
sedang bersiap untuk sesi foto bersama di hari terakhir kami di sana.
Aku pandangi langit yang sudah akan mulai gelap. Kami tersenyum gembira
mengangkat tangan dan bergaya konyol untuk sesi foto tersebut.
...
Malam harinya kami melakukan breafing untuk sekedar sharing tentang apa saja yang sudah kita lakukan di sini selama 4 hari ini. Kami juga memeriksa kelengkapan semua peralatan yang harus kami bawa pulang kembali. Meski awalnya aku sempat kecewa karna tidak bisa melihat Tanaman kantung semar langsung di habitatnya. Syukurlah aku bisa melihat tanaman itu tepat di depan mataku. Aku tak tau senior bisa mendapatkannya dari mana tapi aku senang bisa mendapatkan foto kantung semar langsung dari kameraku. "Wah, ini cantik sekali." Ujarku menatap tanaman tersebut ketika pertama kali aku melihatnya.
Malam
itu aku tidur cukup pulas meski sekujur tubuhku pegal karna perjalanan
dari pagi sampai sore. Tidak tahu mengapa aku cukup senang apa yang
telah aku lakukan hari ini. Aku tidak merasa bosan bila aku terus
bergerak meski hanya berjalan mengikuti arahan kak Puda dan yang
lainnya. Pagi harinya aku bangun dengan kondisiku yang cukup bugar. Aku
membantu diana untuk membuat sarapan terakhir sebelum pulang. Kami juga
merapihkan vila seperti sediakala sebelum kami datang. Nasir sudah siap
di dalam mobil untuk mengantar kepulangan kami. Para lelaki pulang
belakangan setelah mengunci pintu dan berpamitan kepada pengurus yang
ada disana. Melihat vila tersebut dari balik mobil yang semakin
meninggalkan daerah puncak gunung membuatku sedikit merasa sedih.
"Selamat tinggal Telaga warna, Selamat tinggal semuannya." Kami pulang
meninggalkan daerah tersebut diirringi iringan motor dari teman-teman
lainnya yang pulang membawa motor masing-masing.
...
Comments
Post a Comment