NEVER ISLAND ARC 1: CHAPTER 1. SENDIRIAN DI HUTAN


CHAPTER 1. Sendirian di hutan

Sempat tak sadarkan diri dipinggir hutan dekat laut lepas yang membuat sekujur tubuhnya kedinginan. Tania tersadar dari pingsannya setelah kurun waktu tiga jam dia tergeletak.

Beruntung saat Tania pingsan matahari bersinar cerah. Baju yang basah kini sudah mengering kembali. Tania membuka matanya perlahan. Dia pandangi sekeliling yang tampak hanyalah pohon-pohon besar menjulang tinggi.

Tania terbangun dari posisi tengkurap menjadi terduduk bersandar dibawah pohon besar. Kembali mengingat apa yang baru saja dia alami beberapa jam yang lalu. Tenggorokan yang kering serta perut yang lapar memaksanya untuk bergerak saat itu juga.

Tania berjalan memasuki pepohonan besar itu. Meski sedikit enggan menjelajah lebih jauh kedalam hutan. Namun rasa haus dan lapar membuatnya memberanikan diri. Ditambah lagi, Tania tak bisa minum air dari air laut yang sudah jelas rasanya asin.

Meski dia berjalan belum jauh dari tempatnya bersandar tadi. Tania memutuskan untuk istirahat sejenak kembali. Rasa lelah disertai haus dan lapar membuat tubuhnya tak sanggup bertindak seperti biasanya.

Tania terus-menerus mengatur nafasnya. Dia pandangi sekeliling pepohonan besar itu. Namun belum tampak juga pohon yang menghasilkan buah untuk di makan. Lalu, dia pun meneruskan langkahnya itu.

Oh Tuhan,.. apakah ini akhir dari hidupku?.

Bisakah aku bertahan ditempat ini?

Pulau apa ini sebenarnya?

Mengapa aku pandangi dari ujung ke ujung hanya pantai dan disini hanya pepohonan bakau yang besar.

Apa tidak ada pohon yang menghasilkan buah?!.

Huh..., Bisa-bisa.... Aku nanti mati kelaparan kalau begini!.

Jangankan untuk mencari teman-teman. Aku sendiri saja belum tentu bisa bertemu dengan mereka bila tak bisa bertahan dari kondisi ini.

Hugh.... Pokoknya.... Aku harus bisa bertahan hidup dulu! Baru aku bisa berfikir kesananya setelah tubuhku terisi nutrisi..

Air...air... Dimana sih sumber mata air disini?...

Buah...buah... Semoga tak jauh lagi aku bisa menemukan pohon penghasil buah...

Oh Tuhan.... Bantulah hambamu ini....

Sebari memegang tongkat yang dia temui di perjalanan. Tania terus berjalan menyusuri hamparan pohon besar itu. Berharap ada sumber mata air yang dekat dan pepohonan penghasil buah disana.

Sudah berjam-jam Tania berjalan dan hari mulai sore. Ditengah keputusasaan dalam pencarian mata air di dalam hutan, Tania sempat terdiam dan tertunduk. Rasa lelah yang tiada ketara membuat kepalanya tak bisa berpikir lagi. Disaat dia sudah hampir menyerah dan terduduk dibawah pohon besar untuk beristirahat.

Ughh..., Bunyi suara perut Tania yang menandakan cacing diperutnya sudah berdendang.

"Damn ... meski sudah berjalan berjam-jam pun. Tak satupun pohon buah-buahan kutemui."

"Ughh.. apakah ini... Akhir hidupku ... ." batin tania.


Tania perlahan menutup matanya untuk sekedar mengistirahatkan tubuhnya. Saat itu dia sempat bermimpi bertemu dengan teman-temannya. Di mimpi itu, Tania berusaha memanggil dan mengejar mereka yang berjalan di depannya.


Ryo... Gill....itu kalian kan...tunggu aku...


Teman-teman... Kalian mau kemana?...


Kalian... Baik-baik saja kan?


Uh...ahh...uhh...aghh...Tania mengambil nafas sejenak serta memegangi pundak temannya.


Ryo!... Kenapa kau berjalan cepat sekali.
Aku sampai berlari terengah-engah begini.
Ryo.....,


Sesaat Ryo ditepuk pundaknya dan dia pun berbalik menghadap Tania sambil tersenyum....


Kau memanggilku?...


Tidakkk...., Tania pun menjerit histeris ketakutan...


Tania terbangun dengan mata terbelalak tiba-tiba. Keringatnya bercucuran bak air hujan menerpa tubuhnya. Jantungnya berdetak tidak karuan.


Kemudian dia pun mencoba menarik nafas sejenak sebari memegangi dadanya yang masih terkaget akan mimpi yang dilihatnya.


"Mimpi kah?"


"Tapi.... Kenapa harus Ryo?..."


Di dalam hatinya, Tania berharap Ryo dan lainnya baik-baik saja. Firasatnya mengatakan bahwa sedang terjadi sesuatu pada dirinya dan teman-temannya lain. Meski demikian, Tania tetap berharap temanya yang lain juga dalam keadaan baik.


Usai beristirahat dari tidur pendeknya itu. Tania berdiri kembali ditemani tongkat penopangnya untuk berdiri. Meski sedikit merasa malu karna terlihat berjalan seperti nenek tua yang menggunakan tongkat. Tania tetap membawa tongkat itu untuk membantunya berjalan di tengah hutan tersebut.


Hari yang sudah semakin senja membuat hutan terasa semakin anker kala itu. Sebari menelan ludahnya dan memberanikan diri, Tania masih terus berjalan.


Hari sudah mulai gelap, hutan terlihat hitam di malam itu. Beruntung Tania selalu membawa gantungan kunci kos-kosan berhiaskan senter bersamanya. Kini meski hanya secercah cahaya senter. Tania tidak terlalu takut akan gelapnya malam di hutan.


Namun lambat lain Tania memutuskan untuk berhenti berjalan. Dia khawatir bila di hutan tersebut ada binatang buas yang berkeliaran di tengah malam dan menyerangnya tiba-tiba. Oleh karena itu, meski dengan sedikit energi yang dia miliki. Tania memutuskan beristirahat di atas pohon yang bercabang untuk keamanan dirinya.


"Ugh, syukurlah aku ini bisa memanjat pohon. Bila tidak... Aku tidak tau bagaimana nantinya."


"Apalagi, ditempat antah berantah seperti ini".


Tania memanjat salah satu pohon disekitar dia berhenti. Dia matikan senternya karna terdapat sinar bulan yang menerangi di atas pohon. Dia pun hanya bisa memandangi langit sebari Meneteskan air matanya.


Tania menangis bukan karena sedih akan kesendiriannya saja. Tapi karna dia memikirkan nasib teman-temannya yang lain. Ditambah lagi,...mungkin... Bila Tania tidak bisa bertahan hidup di hutan itu. Ada kemungkinan bahwa... Dia akan mati disana.


🌔🌔🌔🌔


"Hey... Kau yang disana?!"


"Ehh... Apa? .. maksudmu aku" (mau apa si Gill memanggil aku?)


"Kau Tania kan?"


"Ahh...i..Iya...mulai saat ini aku adalah teman satu kelas gill"


"Heeh... Rupanya kau sedikit berbeda yah dengan yang lainnya"


"Ah...eh.. maksudnya berbeda?"


"Yah.. kau tidak memanggil aku dengan sebutan tuan muda Gill seperti yang lainnya"


"Ahh...ahaha...begitu yah😄? (Ini cowok...emangnya harus banget gitu! Dasar mentang-mentang orang kaya! 😒). Baiklah bila kau maunya begitu tuan muda Gill... Ada apa ya memanggilku?"


"Ah... Tidak...tidak... Kau panggil namaku seperti biasa saja. Lagipula aku tak ingin dipanggil tuan segala. Berasa kaya om-om gue jadinya!"


"Ahh... Baiklah ( hadeuh merepotkan banget ini orang! Maunya apaaa coba? 😌). Ada apa yah gill?"


"Oh yah... Kudengar lusa akan ada camp di cagar alam?"


"Ahh... Itu yah... Aku rasa pembagian kelompoknya hari ini. Ada apa memang?"


"Yah, sebenarnya ini adalah camp pertamaku di universitas. Jadi aku tak tau apa-apa soal perkemahan"


"Ohh... Begitu yah. (Yah, wajar saja. Wong kamu ini tuan muda. SMA saja home school.) Terus ada yang bisa aku bantu?"


"Ya.. jadi bisakah aku masuk kelompokmu untuk acara camp lusa?"


"(Hah? Maksud loh?!!) Eh.. tapi kelompok ditentukan oleh dospem gill. Jadi.. aku juga tidak bisa apa-apa..Hhe"


"Ahh... Jangan khawatir. Karna dosen pembimbingnya juga akan menempatkan kita dalam satu kelompok"


"Eh...?"


Saat itu aku masih tak mengerti apa maksudnya. Tapi saat pembagian kelompok oleh dospem....
Kelompok 1, Vian, Mina, lord, sisi, tatas, Emil..
Kelompok 2, zaja, ember, fork, butc, calc...
Kelompok 3, gill, Tania, Marta, Luis, Albert...
Kelompok 4, Sintya, Dona, Boby, laryt, tim...


Itu adalah nama-nama kelompok untuk acara camp pada praktikum lapang lusa, Tutur dospem.


Kami berada dalam satu kelompok!... Dan seperti yang gill katakan.


Yah aku sih tak keberatan satu kelompok dengan dia. Malah semua tugas yang diberikan jadi lebih mudah. Banyak hal yang bisa aku dapat. Terutama lokasi camp No 1 di cagar alam dengan tenda super mewah. Yah yang lebih penting, ilmu yang kami dapat menjadi 2x lipat lebih berguna. Cause, pembimbing kami adalah profesornya cagar alam ini pula!.


Dikarenakan acara camp diadakan 2 hari 1 malam kami pun menginap di cagar alam tempat kami praktek lapang.


"Hemm... Ternyata menyenangkan juga yah. Mengikuti praktikum lapangan, apalagi di malam ini bulannya bersinar terang", ujar gill pada diriku.


"Ahh... Kau benar. tapi... Aku tidak terbayang bila suatu saat berada di hutan sendirian. Itu... Sangat menakutkan.."


Dengan tersenyum gill mencoba meyakinkanku, "tenang saja, meski kau berada di hutan sendiri pun. Kau tak akan terlalu takut".


"Heeh, kenapa emang gill?, Tanyaku penasaran.


"Yah, karna kau pasti bisa melaluinya Tania!... Karna kau adalah wanita kuat dan tegar menurut pengelihatanku. Jadi... Apapun situasinya, kau pasti bisa menghadapinya".


🌔🌔🌔


Hari ini dibawah sinar bulan yang sama seperti waktu itu. Aku sekarang.... Berada di tengah hutan sendirian.


"Gill... Apakah....aku... Apa, ... Aku benar-benar bisa melalui ini?"


Tania mengikatkan tubuhnya di Batang pohon dengan helain baju yang dia robek agar dia tidak jatuh. Dia pun menutup matanya perlahan untuk menahan lelah dan beratnya hari yang dia lalui. Meski begitu, Tania tetap siaga tanpa tertidur lelap.


🌳🌳🌳Bersambung🌳🌳🌳

PROLOG                                                                                                                    NEXT CHAPTER 2


Comments

Popular Posts