MIRACLE HELIANTHUS: BAB 3. Diklat, Penakut

 

Kalian tau ... Hidup itu, terkadang tak bisa untuk selamanya berkata jujur. Terlebih lagi, pada diri kalian sendiri. Mungkin ada sebagian dari kalian yang seperti diriku kah? Atau mungkin hanya diriku saja mungkin.

Tapi, aku harap ... kalian tidak seperti diriku. Aku yang tak mampu berkata jujur pada diriku sendiri. Aku harap, kalian lebih berani dalam mengungkapkan keinginan kalian.

Mungkinkah aku ini memang terlalu naif sebagai manusia? Ataukah terlalu kuno dalam berfikir diera yang memerlukan logika dibandingkan dengan perasaan.

"Yah, aku memanglah manusia yang naif ... ."

Aku merasa cukup hanya dengan melihat keluargaku baik-baik saja didepan mataku. Aku bahkan menyembunyikan beberapa hal agar mereka tetap baik-baik saja. Yang tak terhitung berapa banyak kebohongan yang aku lakukan dan kebenaran yang aku sembunyikan.

Aku merasa cukup dengan teman yang membuatku nyaman meski hanya satu atau dua. Berharap mereka akan selalu ada di sampingku. Meski sebenarnya aku sendiri mengetahuinya bahwa aku bukanlah prioritas mereka untuk selamanya.

Aku merasa cukup dengan nilaiku yang baik tanpa ingin mengejar yang lebih tinggi lagi. Padahal bila aku ingin belajar mungkin aku bisa mendapatkan hal yang lebih.

"Dan mungkin kenaifanku yang terbesar adalah ... ."

Aku tak pernah berfikir bahwa waktu akan berlalu. Tidak ada semuanya yang akan tetap sama dan berjalan sesuai keinginan kita.

Tidak terasa dua semester sudah berlalu. Kini aku adalah seorang kakak tingkat di jurusanku. Banyak hal yang menyenangkan di dunia ini. Namun, aku masih saja belum menyadarinya.

Sebagai manusia, aku lebih banyak mengeluh dibandingkan bersyukur. Aku tau, aku ini memang menyedihkan. Bahkan aku sendiri malu pada diriku sendiri. Hari ini di kelas yang sama seperti semester awal sebelumnya. Kuliah pertama dengan jam kuliah pagi pukul 08.00 tepat.

Tidak seperti di film-film dalam cerita. Aku lebih suka duduk di bangku barisan depan dekat dengan pintu keluar dibandingkan dekat dengan jendela. Hari ini pelajaran biologi kelautan. Dibalik pintu yang terbuka aku sekilas melihat orang-orang yang berlalu lalang.

Yah, mestinya pintu itu ditutup saja sih agar mataku tidak jelalatan. Meski demikian aku masih menyimak ceramah dosen di depan. Aku hanya sesekali saja melihat kearah pintu itu saat sedikit mataku jenuh. Aku melihat seorang lelaki yang melirik kearah kelas kami. Matanya tertuju kedalam kelas.

"Hmm ... mungkinkah ada seseorang yang dia kenal kah?" ujar batinku ketika memikirkan kemungkinan orang itu melihat ke arah kelasku.

Spontan aku berpikir demikian. Jam kuliah sudah berakhir. Aku dan yang lainnya keluar kelas untuk membeli cemilan sebelum kuliah selanjutnya dimulai siang nanti.

Dari kejauhan aku melihat komti (sebutan ketua kelas untuk tingkatan mahasiswa di kampusku) sedang berbicara dengan beberapa orang yang mengenakan kemeja hijau. Aku memalingkan tatapanku kembali bersama teman-teman menuruni tangga menuju kantin.

Siang harinya pukul 14.20 di ruang 1.2.1 mata kuliah morfologi tumbuhan.

Komti mendapat telpon dari dosen bahwa dia berhalangan masuk. Seperti biasa dengan tugas sebagai gantinya.

"Huh ... malasnya kuliah hari ini." ujar batinku. aku lantas menyandarkan kepalaku kelengan kanan karena sedang malas-malasnya di tengah kebisingan kelas.

Beberapa orang memasuki ruangan setelah komti memberikan pengumuman dikelas dan keluar beberapa menit yang lalu.

"Hallo semuanya, kenalkan mereka adalah kakak senior kita yang ada dihimpunan mahasiswa. Mereka datang kesini untuk menyampaikan beberapa program himpunan yang sebentar lagi akan dilaksanakan di bulan November nanti." Ucap komti yang memperkenalkan para kakak kelas didepan dekat white board.

"Selamat siang, gue Egy Pradipta. Ketua himpunan matahari jurusan biologi. Gue disini mau nyampaikan beberapa program kerja kita yang nantinya juga akan kalian ikuti bersamaan program prodi biologi."

"Dan bla ... bla ... bla ... ."

"Kemudian ... Bla ... BLA ... BLA ... ." Pungkasnya mengakhiri apa yang ingin dia sampaikan.

"Apakah ada pertanyaan?" ujarnya setelah selesai dengan semua penjelasanya yang panjang lebar itu. Lalu salah seorang temanku pun mengacungkan tangan untuk memulai pertanyaannya.

Seminggu sudah berlalu semenjak pengumuman dari ketua himpunan jurusan. Ngomong-ngomong soal pengumuman kemarin bulan depan udah November dimana jadwal Diklat untuk anggota baru akan dijadwalkan.

Siang ini kami dikumpulkan di ruangan kelas untuk mendapatkan beberapa informasi mengenai Diklat yang akan di adakan nanti.

Kali ini banyak sekali orang yang berdiri di depan papan tulis yang mengenakan jaket himpunan. Kira-kira ada 10 orang di sana yang merupakan anggota inti atau koordinator dari setiap divisi himpunan.

Hari DIKLAT Himpunan Biologi

Sejujurnya, ini adalah kali pertamaku mengikuti kegiatan diklat di sebuah taman wisata alam seperti ini. Terlebih lagi masuk ke daerah pelosok desa dekat pegunungan di tengah hutan. Aku sedikit takut kala itu, tapi aku coba memberanikan diri. Yah lagipula, tidak hanya aku sendiri yang akan menginap disini. Teman-teman yang lainnya juga sama. Jadi aku akan mencoba untuk tidak takut.

Alih-alih memberanikan diri, aku sedikit kewalahan dengan perjalanan menaiki lokasi kami akan menginap.

"Duh mana barang bawaanku berat pula. Tau gini aku bawa barang sedikit aja," keluhku dalam hati sambil berjalan sedikit demi sedikit menuju lokasi. melihat beberapa temanku berjalan di depan yang tampaknya sudah terbiasa dengan trek jalan jelek seperti ini.

"Alya, muka Lo gitu amat. Baru pertama kali naik gunung?" tanya abil salah satu teman sekelasku.

"Ahh ... iya nih ... ." aku hanya dapat menyeringai bingung mau jawab apa.

"Perasaan bawaan Lo banyak amat. Berat gak? Sini tasnya gue bawaain," lantas abil membawakan tas jinjinganku yang sedari tadi memang membuatku repot untuk menanjak. Tanpa aku berucap iya, dia mengambil dan membawakan tas jinjinganku.

"Ahh ... ternyata abil tipe lelaki yang peka dan baik sekali. Tidak seperti lelaki di sampingku ini nih yang sedari tadi berjalan di sampingku." keluhku dalam hati sembari melihat kearah Gerald yang tidak pernah berbicara sepatah katapun padaku. 

"Dan ntah mengapa untuk beberapa alasan aku sangat sebal meski akau tidak tau kenapa."

"Yah, mungkin karena kami belum cukup kenal satu sama lain. Tapi buktinya abil bisa berkomunikasi denganku. Lalu apa yang salah dengannya? Atau akukah masalahnya? Haahh aku sama sekali tidak mengerti."

"Padahal kami pernah satu kelompok saat presentasi perdana kelas.Tapi kami masih belum bisa bicara layaknya teman sungguhan. Aahhh ... yasudahlah, lebih baik aku mencoba untuk menaiki tanjakan ini. Daripada memikirkan sesuatu yang membuatku tambah lelah pikirku lagi."

Seusai melewati rintangan tanjakan yang panjangnya bukan main. Lelah ini terbayarkan disaat melihat sebuah pondok tempat kami nanti akan menginap. Abil sudah sampai duluan di sana, dengan tas jinjinganku tentunya. Dia pun memberikan tasku dan kembali ke kamar para lelaki untuk beristirahat sejenak sebelum kegiatan Diklat dimulai.

Saat aku memasuki kamar para wanita. Aku melihat beberapa kasur dibawah lantai berjejer dengan dua kasur paling pojok. Ditambah ada dua kamar mandi yang bisa kami pakai saat malam hari dan kapanpun.

Dikarenakan aku datang sedikit terlambat. Semua kasur sudah ditempati dan hanya tersisa kasur atas ranjang dan dua dekat pojok kasur yang menghadap ke kolong ranjang.

"Hahh ... Nasibnya diriku, alamat gak bisa tidur ini," gumamku merapihkan kasur yang menghadap kolong ranjang yang tampak seram.

Meski aku coba untuk berani tidur disebelah situ. Ternyata aku tetap takut tidur paling ujung. Syukurlah Diana yang baik hati bersedia menukar tempat tidurnya denganku dan aku bisa sedikit lega.

"Hanya sekian yang ibu bisa sampaikan pada sambutan kali ini. Ibu harap dengan adanya Diklat himpunan ini akan lebih menambah motivasi dan semangat kita dalam mencintai alam sesuai dengan visi dan misi kita mengenai konservasi." begitulah isi dari sambutan ibu Trista yang turut ikut mendampingi kegiatan Diklat mahasiswa jurusan biologi.

Setelah sambutan, kegiatan selanjutnya diserahkan pada kakak tingkat kami yang sedari tadi sudah sibuk dengan persiapan. Rentetan kegiatan sedari siang hingga sore sudah kami laksanakan. Waktu istirahat tiba jam sudah menunjukkan pukul 16.02 sore. Satu persatu bergantian pergi mandi dan menyiapkan berbagai hal untuk acara api unggun nanti malam.

"Ahnn ...  ini kali pertama aku pergi camping diluar sungguhan. Hatiku jadi sangat berdebar," begitulah dalam benakku.

Yap, ini memang pengalaman pertamaku berada diluar rumah semenjak aku lulus SMA. Ada rasa bahagia, ada juga rasa cemas dan takut. Yah, karena ini malam pertama aku menginap bersama teman-teman. Meski dulu SMA sempat ada kamping juga, namun rasanya tak semenegangkan ini. Bisa kalian bayangkan, aku berada di taman nasional sungguhan. Tentu berjuta rasa aku rasakan saat ini. Meski sedikit takut, tapi aku rasa aku akan baik-baik saja dengan adanya dosen pembimbing dan para senior yang sudah berpengalaman disini.

...

Tak terasa waktu sudah sangat sore aku menatap kearah jendela luar. Suasana memperlihatkan bahwa langit sudah mulai menutup diri dan mentari yang bersembunyi dibalik kabut pegunungan yang sudah hampir semuanya gelap.

"Ahghh ... jadi ini malam di daerah pegunungan," ucapku norak. Sembari menatap pemandangan dibalik pintu kamar para wanita.

"Ayo, kita sudah ditunggu di aula untuk pengarahan, " ujar Zara sembari menepuk pundakku.

"Oke ... ." balasku sembari mengambil sandal diantara rak yang dipenuhi sepatu.

Aku terduduk di bagian paling belakang karena datang paling akhir. Tidak terlalu jelas apa yang para senior instruksikan untuk malam nanti. Sementara itu teman-teman wanita yang lainnya malah membicarakan masalah lain mengenai rumor tempat kami bermalam ini.

"Akhh ... perlukan mereka membicarakan hal seperti itu ditempat seperti ini?" ujar batinku  sedikit takut kala itu.

Usai pengarahan kami ada waktu untuk istirahat dan mandi sore. Satu persatu dari kami selesai mandi dan kembali ke aula untuk makan malam sebelum acara api unggun dimulai.

...

Langit sudah gelap, jam menunjukkan pukul 19.30 saat untuk rangkaian acara terakhir untuk hari ini. Para senior menyalakan api unggun tepat ditengah lapangan terbuka untuk kami bisa mengelilinginya. Melihat api unggun yang menyala membuat jiwa fotograferku bangkit. Aku ambil handphoneku dan aku foto api unggun yang menyala-nyala itu.

"Glek ... ." aku menelan sedikit air ludahku karena kaget. Aku langsung hapus foto yang barusan aku lihat tersebut.

"Ahn, foto apa tadi apinya jadi aneh terlihatnya. Mungkin tadi goyang kali yah saat aku memfotonya?" begitulah ungkapanku saat itu.

Tak lama setelah iseng mengambil foto ditengah kerumunan api unggun. Eka berdiri di sampingku dan nyeletuk bahwa malam ini dingin sekali katanya.

"Yah, namanya juga di daerah pegunungan," balasku singkat.

"Ka ... ." ujarku lagi sembari coba meresapi bau yang baru saja aku cium.

"Kau pakai parfum ya?" tanyaku setelah memastikan bau tersebut adalah parfum yang dipakai oleh eka.

"Iya, emang kenapa?" Jawabnya santai sambil melihat kearah api unggun.

"Heol ... ini cowok!" celetukku dengan suara kecil.

"Emang Lo gak inget apa yang di sampaikan sama kak Riyao sebelum kesini?" tanyaku lagi pada eka.

"Inget tentang apa sih?" eka malah balik nanya.

"Bukanya kita dilarang pakai pakaian mencolok dan parfum ya?" jawabku padanya.

"Wah ... emang iya yah? Gue lupa gimana nih?" sontak eka pun terkejut dan langsung terdiam kala itu juga.

Ditengah pembicaraan kami rupanya Gerald dan Mamas mendengar sekilas tentang bau parfum yang aku bilang pada eka. Kemudian mereka menjelaskan sedikit yang mereka tahu kenapa hal tersebut tidak boleh dipakai ketika di daerah pegunungan.

"Yah, gue gak tau bener apa engganya sih, tapi kalian lihat cabang dahan di atas sana," ujar Gerald melihat kearah atas.

Aku lantas juga melihat kearah sana yang dilihat gerald tapi hanya tampak seperti dahan yang bergerak karena angin bagiku.

"Kalian gak tau kan, siapa tau dahan itu tidak bergerak karena angin! Tapi karena sebab lain. Yah, Lo Taulah ini dimana? Apalagi si eka sekarang pakai parfum di malam begini," ujar gerald lagi dengan suara pelan pada kami.

"Ahh elu Gerald, bisa aja kalo ngomong. Pake nyangkut pautin sama kaya gituan lagi." lantas eka menanggapinya dengan sedikit tertawa kecil namun sedikit gugup pula.

"Ayo semuanya, buat lingkaran mengelilingi api unggun ya." Di tengah obrolan kami, para senior mengintruksikan untuk membuat sebuah lingkaran besar.

"Oke udah semua melingkar?" "Nah, sekarang kalian pegang tangan teman sebelah kalian."

"Duh intstruksi apaan lagi ini? Pegang tangan temen sebelah?"  Woii, sebelah gue cowok semua tau!"  Ungkapku dalam hati  sembari memegang tangan kedua temanku di kiri dan kanan.

"Lo tau gak bar? Apa yang ada dibelakang kita sekarang?" Ujar Gerald pada akbar disampingnya yang kebetulan disamping akbar adalah aku.

"Duh, ini si Gerald! Dari tadi ngomong apaan sih. Mau nakut-nakutin gue, apa gimana sih maksudnya?" Gerutuku dengan suara kecil. Lantas aku sedikit kesal pada Gerald saat itu.

Alhasil akibat mendengar hal-hal yang menakutkan itu, aku tak bisa tidur malam ini. Sepanjang malam aku ketakutan, bahkan tak sanggup lihat teman di sebelahku saat ini. Aku mencoba membuka mataku sedikit demi sedikit, aku ingin tau masihkah Diana yang berada di sebelahku? Apalagi selimut yang ada semuanya putih, tambah parno pula diriku malam itu.

Barulah menjelang subuh aku bisa tertidur sejenak. Itupun aku hanya bisa beberapa jam tersisa sebelum jam enam pagi.

"Hoamm, mataku ngantuk banget, padahal ini hari terakhir kita berada di sini." Ujarku melipat selimut dan bergegas mengantri untuk mandi.

...

Pukul 09.00 aku dan teman-teman pergi menjelajah taman nasional dibantu pemandu dan didampingi oleh beberapa dosen.

"Aghh, rupanya ada hikmahnya juga aku kesini." ujarku pelan. Indahnya pemandangan sekitar kala itu memanjakan mataku. Seketika mataku terbuka lebar melihat suasana pegunungan yang hijau dengan nyanyian burung di pagi hari. Rasa kantukku hilang sejenak melihat pemandangan diiringi angin sepoi-sepoi menerpa pori kulitku. Banyak sekali yang kami dapat lihat dan pelajari disana. Mulai dari tanaman hutan yang bisa dikonsumsi manusia, hewan-hewan endemik tanaman nasional dan ada juga binatang yang harus diwaspadai di setiap pohon yang ada.

Yap, bicara soal binatang yang perlu diwaspadai. Salah satunya adalah "PACET" binatang ini biasanya ada di batang pohon yang lembab bahkan di dedaunan dan tanah yang lembab. Tidak beracun sih, tapi menghisap darahhh. Seketika tubuhku merinding dibuatnya melihat salah satu temanku digigit Pacet.

"Syukurlah, aku pakai pakaian parasut dan tidak lewat tempat becek," ujarku dalam hati yang ngeri melihat temanku digigit Pacet.

"Pacet ini biasa disebut juga lintah darat yang hidup di pohon. Mereka menghisap darah, katanya sih kalo udah kenyang dan jadi gendutan dikit dia bakalan lepas sendiri." ujar Pak Ucep.

"Tapi, tetep aja scary baik itu digigit lintah. Mau itu lintah air atau lintah darat, ugh seramm." Ujar batinku mendengar penjelasan Dosen mengenai Pacet.

Akhirnya, kami selesai dengan melihat-lihat suasana di taman nasional. Kami diintruksikan untuk istirahat sejenak dan mempersiapkan untuk pulang siang ini. Setelah penutupan diikuti dengan berdoa bersama kami satu persatu turun gunung.

"Yes, akhirnya pulang juga," ungkapku dengan senyum lebar.

Tidak seperti naik ke lokasi menginap, menuruni gunung sangat ringan sekali bagiku. Mungkin karena semua cemilan sudah aku makan habis kali ya hahaha. Ntah kenapa aku menjadi satu-satunya wanita yang lebih dahulu menuruni gunung. Kulihat ke belakang hanya ada seniorku dan tak ada teman sekelasku disana. Aku mengurangi langkah kakiku sejenak. Lalu salah satu seniorku yang tak aku kenal namanya berbicara padaku.

"Mau berlomba kah?"

"Hah, apa maksudnya?" Heran pikirku.

Kemudian dia berlari mendahuluiku dan spontan aku menyusul dia dari belakang.

"Aghh ... ahh ... haahhh ... ." Suara nafasku yang terngah-engah. Aku menghela nafas yang panjang karena kelelahan berlari.

Senior itu pun keluar dari warung dimana goal dari perlombaan kami.

"Ahaha, aku yang menang." ujarnya padaku dengan wajah bahagia yang gak jelas.

Aku hanya berusaha menormalkan nafasku saat itu dan terduduk di pinggiran warung sembari menunggu yang lainnya. Selang 10 menit satu persatu teman-temanku menghampiri dari kejauhan. Hingga 15 menit berlalu semuanya sudah berkumpul bersama begitu pula dengan dosen pembimbing kami.

Setelah berkumpul semua, kami melanjutkan kembali perjalanan pulang menggunakan bus mini yang sudah menunggu di parkiran. Setibanya aku dirumah badanku terasa pegal tak tertahankan. Bahkan kakiku tak hentinya bergetar karena kelelahan. Namun yang membuat anehnya aku bisa tidur dengan nyenyak kala itu. Mungkin karena aku tidak merasa takut lagi. Karena di rumah ada ibu dan adikku yang bila takut aku bisa segera menghampiri mereka dan memeluknya tanpa harus khawatir dibilang penakut haha.

...



 BEFORE                                                                                                                          NEXT BAB 4

Comments

Popular Posts